Jakarta (ANTARA News) - Relawan Indonesia akan segera memasuki Suriah melalui Turki pekan ini untuk memberikan bantuan kemanusiaan di negara yang tengah bergejolak itu.

Relawan Indonesia dari organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT), Doddy Cleveland HP, melalui pesan elektronik mengatakan ia seorang diri akan masuk Suriah untuk memberi bantuan paket pangan, selimut, obat-obatan dan lainnya kepada para pengungsi.

"Saya berencana masuk ke Suriah melalui Turki lusa, seorang diri, untuk memberikan bantuan kepada pengungsi di dalam negara Suriah berupa bantuan paket pangan, selimut, obat-obatan dan lain sebagainya," kata Doddy, Senin.

Doddy yang saat ini masih berada di kamp pengungsian Zaatari, perbatasan Jordania, mengatakan rencananya masuk Suriah melalui Turki untuk lebih memudahkan, sebab di wilayah tersebut tidak lagi memerlukan izin dari pemerintah Suriah.

"Kalau masuk Suriah melalui Turki kita tidak memerlukan izin dari pemerintah Suriah berupa visa Suriah, karena bagian utara Suriah sudah jatuh ke tangan pejuang. Berbeda jika masuk ke Suriah melalui Jordania yang masih di kontrol oleh pemerintah Suriah," ujar Doddy.

Doddy mengaku menyadari rencananya tersebut sangat berbahaya, sebab sudah berkali-kali tentara pemerintah Suriah menembakkan rudal-rudal ke wilayah-wilayah yang telah dikuasai para kelompok oposisi, untuk merebut kembali wilayah tersebut.

"Tapi `insya Allah` saya tetap akan hati-hati dan semoga Indonesia bisa membantu rakyat Suriah di sana yang memang sangat kesulitan," kata dia.

Sementara itu di kamp pengungsian Zaatari, perbatasan Jordania, total pengungsi Suriah telah mencapai sekitar 420.000 orang. Dia memperkirakan sampai akhir maret jumlahnya bisa mencapai setengah juta jiwa, sebab kedatangan pengungsi ke wilayah tersebut setiap hari mencapai 3.000 jiwa lebih.

"Apalagi kalau sedang terjadi pertempuran besar, pengungsi yang datang ke perbatasan Jordania bisa mencapai 9.000 jiwa per hari," tutur Doddy.

Doddy menjelaskan para pengungsi Suriah mayoritas memilih bertahan di Suriah. Beberapa yang mengungsi ke luar Suriah lebih memilki menuju Jordania, Libanon dan Turki, disebabkan jarak yang tidak terlalu jauh serta adanya sanak saudara di tiga wilayah tersebut.

"Di perbatasan Jordania terdapat suatu kota besar Suriah bernama Dar`a dengan jumlah penduduk sekitar 1,5 juta jiwa, banyak dari mereka mengungsi ke Jordania," ujar Doddy.

Dia mengatakan dalam memberikan bantuan kemanusiaan di perbatasan Jordania ACT membawa sejumlah tenaga medis yakni tiga dokter dan seorang perawat, untuk memberikan bantuan medis kepada para pengungsi di berbagai klinik dan rumah sakit.

Selain itu, lanjut dia, relawan ACT juga membantu memberikan obat-obatan, perlengkapan darurat untuk ambulan dan peralatan rumah sakit.

Organisasi kemanusiaan ACT mengirimkan sejumlah relawan medis ke Suriah beberapa waktu lalu. Presiden ACT Ahyudin mengatakan langkah pihaknya mengirimkan relawan medis ke Suriah murni dilandasi misi kemanusiaan.

"Kita `nafikkan` itu yang namanya politik, perang, sunni, syiah. Misi kami ke Suriah murni karena kemanusiaan," kata Ahyudin dalam acara Pelepasan Relawan Medis Indonesia ke Suriah, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Misi kemanusiaan dengan mengirimkan relawan ini merupakan ketiga kalinya dilakukan ACT, namun baru kali ini organisasi kemanusiaan itu menyertakan tim medis. Tim relawan medis Indonesia di sana bekerja di Kamp Zaatari, perbatasan Jordania.

Sampai saat ini konflik di Suriah dikabarkan masih berlangsung. Konflik tersebut terjadi sejak Maret 2011 dengan demonstrasi damai melawan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang sudah berkuasa selama empat dekade.

Demonstrasi itu berubah menjadi revolusi berdarah setelah pemerintah melakukan tindakan represif terhadap demonstran. Kedua kelompok dituduh melakukan kekejaman dalam konflik yang sudah berlangsung selama lebih dari 21 bulan itu, namun PBB mengatakan bahwa pihak pemerintah dan sekutunya lebih bersalah.

Perang saudara di Suriah disebut-sebut merupakan konflik terpanjang dan paling mematikan dalam gerakan masyarakat sipil yang mulai meluas di dunia Arab tahun 2011. Konflik itu juga memicu perpecahan sektarian.

Sebagian besar anggota gerilyawan di satu sisi berasal dari mayoritas Muslim Sunni, sementara Assad dan pasukannya didominasi oleh sekte Alawit, yang merupakan pecahan dari Islam Syiah, merupakan minoritas di Suriah.

(*)