Jakarta (ANTARA) - Wakil Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Periode 2020-2022 Arief Subhan mengatakan identitas sosial yang melekat pada individu yang telah melaksanakan ibadah haji merupakan modal sosial untuk melakukan perubahan sosial dan mengajak masyarakat untuk melakukan hal baik.

“Panggilan sebagai Pak Haji merupakan suatu kehormatan. Kalau dihormati, kan otomatis dia punya otoritas. Dia mestinya punya ruang, punya peluang untuk mengajak masyarakat berbuat lebih baik,” kata Arief Subhan di Jakarta, Sabtu.

Hal itu, menurut dia, dapat memberikan kontribusi positif terhadap negeri karena banyak para pendahulu bangsa yang melakukan perubahan sosial setelah menunaikan ibadah haji maupun belajar agama di Mekkah, Arab Saudi.

Dia mencontohkan KH. Ahmad Dahlan setelah pulang dari Mekkah mendirikan organisasi Muhammadiyah dan KH. Hasyim Asyari setelah pulang belajar dari Arab Saudi mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).

Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengungkapkan ada tiga ajaran Islam penting yang terwujud dalam ibadah haji, yaitu tauhid, egalitarianisme, dan keadilan sosial.

“Inti dari ibadah haji merupakan tauhid, yaitu para jamaah mengucap takbir dan melaksanakan doa-doa haji untuk mengagungkan Allah SWT. Tauhid memiliki makna bahwa kita betul-betul mengesakan Tuhan, hanya percaya, mengerti, dan menyembah kepada Allah SWT,” ujarnya.

Baca juga: Kemenag kebut persiapan penyelenggaraan ibadah haji 2024
Baca juga: Haji dan perubahan iklim, sisi lain yang perlu diperhatikan


Arief menjelaskan ajaran egalitarianisme dalam Islam semua berada di strata yang sama, Allah SWT tidak memandang manusia dari sudut pandang sosial maupun materi, kecuali tingkat iman dan ketakwaannya.

Dia mengatakan bahwa salah satu implikasi atau salah satu model ajaran yang egaliter dari Islam terwujud dalam ibadah haji.

Menurut dia, dalam menunaikan ibadah haji, setiap individu dituntut untuk melepaskan semua atribut yang dimiliki, apakah orang Indonesia, orang Arab Saudi atau orang Afghanistan.

“Jadi dia melepaskan itu dengan hanya semata-mata menggunakan identitas yang sama (pakaian ihram),” katanya.

Yang ketiga, menurut Arief, adalah keadilan sosial. Islam sangat mementingkan keadilan sosial sehingga terdapat anjuran wajib dan sunah dalam bersedekah. Hal itu, menurut dia, dimaksudkan sebagai bentuk pemerataan atau sama rasa sebagai kesatuan umat Islam.

“Kalau yang berbagi sifatnya wajib adalah zakat, sedangkan sunah yaitu infak, itu dilakukan karena keadilan sosial penting dalam Islam. Dalam bagian perayaan haji, contoh yang sederhana adalah berbagi hewan daging kurban,” ujarnya.

Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan kesempatan haji, khususnya dalam kewajiban wukuf di Arafah merupakan momen penting untuk para jamaah haji melakukan tafakur atau introspeksi diri.

Karena itu, Arief menilai setelah ibadah haji, maka para jamaah diharapkan menjadi haji mabrur untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.