Pernyataan ini disampaikan Syarif dalam acara Sarasehan Kepustakawanan memperingati Hari Pustakawan Nasional dan 50 Tahun Ikatan Pustakawan Indonesia, Jumat.
“Saya berharap pustakawan Indonesia ke depan bicara tentang bagaimana mengubah persepsi dan cara pandang 278 juta penduduk Indonesia, bahwa kita membutuhkan level pengetahuan yang sampai pada kemampuan memproduksi barang dan jasa,” kata Syarif pada acara yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Kaperpusnas: Budaya membaca penting tingkatkan pembangunan nasional
Syarif pun melontarkan pertanyaan kritis kepada para pustakawan, yang kini menghadapi tantangan baru era digital, di mana kecerdasan buatan sudah mulai menguasai dunia.
“Kini kita sudah memasuki masa kecerdasan buatan, yang mana cukup dengan foto Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja, maka kecerdasan buatan bisa mencari dan melacak kita ke mana pun, pertanyaannya, sudah adakah pustakawan kita yang bisa mencapai pada level tersebut, atau setidaknya mengikuti perkembangannya?” ujar dia.
Baca juga: Kaperpusnas: Tugas perpustakaan bukan sebatas koleksi buku
"Pustakawan harus mampu menangkap makna literasi dari Perpusnas, yakni mampu mencapai kedalaman pengetahuan yang diimplementasikan dengan inovasi dan kreativitas tinggi untuk memproduksi barang dan jasa berkualitas, sehingga dapat dipakai untuk memenangi persaingan global,” katanya.
Ia mencontohkan salah satu hasil riset dari buku The Intelligence of Nations yang diterbitkan tahun 2019 karya psikolog Inggris Richard Lynn dan David Becker, di mana Jepang dicatat sebagai salah satu negara di Asia, yang mendapat peringkat satu di dunia dengan jumlah penduduk terpintar, karena berhasil mengekspor barang teknologi tinggi hasil riset.
“Jepang mendapatkan predikat tersebut dari hasil riset dan membaca. Indonesia kalau dibilang baca buku, ya memang baca buku, tetapi sampai mana kedalaman membaca tersebut bisa menghasilkan barang atau jasa? Sampai saat ini Indonesia tidak bisa menghasilkan ponsel sendiri, sumber daya kita masih diekspor keluar tetapi tidak diproduksi di negara sendiri,” ucap dia.
Baca juga: Kepala Perpusnas: Literasi harus dorong Indonesia jadi negara produsen