Brussels (ANTARA) - Eropa mungkin tidak akan mampu memenuhi kesepakatan internasional mengenai keanekaragaman hayati jika gagal mengesahkan sebuah rancangan undang-undang (RUU) penting tentang pemulihan kerusakan lingkungan, kata Komisaris Lingkungan, Kelautan, dan Perikanan Eropa Virginijus Sinkevicius.
Parlemen Eropa dijadwalkan akan melakukan pemungutan suara terhadap RUU usulan Komisi Eropa tersebut pada pekan depan, yang diprediksi akan berlangsung ketat.
Partai Rakyat Eropa (EPP), fraksi terbesar di parlemen itu, mengatakan bahwa mereka akan menolak RUU tersebut, sehingga memicu perdebatan politik yang panas.
EPP mengatakan bahwa implementasi undang-undang tersebut akan menghentikan produksi komoditas pertanian dan mengancam ketahanan pangan.
Klaim tersebut telah dibantah oleh Komisi Eropa dan para ilmuwan. Pembatalan usulan undang-undang tersebut akan merusak kredibilitas Uni Eropa di mata internasional, kata Sinkevicius.
Hal ini terutama karena organisasi supranasional tersebut telah mendorong diadopsinya lebih banyak target ambisius mengenai konservasi lingkungan pada Konferensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa 2022 (COP15).
“Kami adalah pendukung utama di balik ambisi COP15. Kami telah bernegosiasi untuk mendorong aspirasi tersebut lebih jauh. Sehingga, akan sangat memalukan jika kami menjadi salah satu pihak yang pertama kali menarik diri,” kata komisaris Uni Eropa tersebut kepada Reuters.
Pada COP15 yang dilaksanakan Desember tahun lalu, para peserta konferensi menyetujui 23 target untuk meningkatkan keanekaragaman hayati, salah satunya melakukan restorasi terhadap 30 persen ekosistem yang rusak pada 2030.
Target ini juga tercakup dalam RUU tersebut, yang mengharuskan negara-negara anggota Uni Eropa untuk merestorasi 30 persen lingkungan pada habitat tertentu, misalnya dengan memulihkan lahan gambut yang kering atau mulai menanam pagar hidup yang ramah terhadap serangga dan burung di dalam area pertanian atau perkebunan.
Sinkevicius mengatakan tanpa rancangan undang-undang tersebut, Eropa perlu berjuang keras demi mewujudkan target restorasi internasional itu.
“Intinya, kami tidak akan memiliki instrumen (hukum) apapun untuk mewujudkan target itu (tanpa undang-undang tersebut),” lanjutnya.
Wakil Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP), Elizabeth Mrema, menyatakan bahwa Uni Eropa telah menjadi “pendukung kuat” pembahasan kesepakatan mengenai keanekaragaman hayati.
Akan tetapi, kesuksesan dari pelaksanaan kesepakatan tersebut tergantung pada kemampuan setiap negara anggota untuk menindaklanjuti perjanjian dan mewujudkan target yang ditentukan, ujar Mrema.
“Undang-undang restorasi Uni Eropa ini tidak hanya akan mengatasi hilangnya ekosistem dan keanekaragaman hayati yang terus berlanjut… tetapi juga akan menunjukkan kepemimpinan global,” tegasnya.
Juru bicara EPP belum merespons permintaan dari Reuters untuk memberikan tanggapan.
Baca juga: EU: krisis keanekaragaman hayati tak terpisahkan dari perubahan iklim
Baca juga: Di balik kebijakan EUDR yang ciptakan diskriminasi ekologis
Baca juga: RI terus gaungkan sawit ramah lingkungan di Eropa
Sumber: Reuters
Eropa khawatir akan target perjanjian lingkungan jika RUU tak disahkan
6 Juli 2023 21:08 WIB
Arsip - Salah satu dampak kekeringan yang melanda banyak wilayah di Eropa. (Xinhua)
Penerjemah: Uyu Septiyati Liman
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023
Tags: