Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat meminta calon pekerja migran Indonesia (Calon PMI) untuk mengenali ragam modus dari sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Modusnya itu ada yang memberikan uang di awal, langsung suruh berangkat ke penampungan. Ada juga sebaliknya, yang menarik uang untuk buat paspor, visa, dan cek kesehatan," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Kamis.

Pada umumnya, lanjut dia, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang resmi tidak melakukan penarikan uang kepada Calon PMI (CPMI).

"Karena dari kerja sama dengan agensi luar negeri yang mencari tenaga kerja, itu sudah ada biaya yang disepakati. Itu biaya sudah termasuk untuk memenuhi kebutuhan CPMI, seperti pembuatan paspor, visa, cek kesehatan, tiket berangkat, sampai uang makan," ujarnya.

Dia juga meyakinkan bahwa P3MI tidak boleh menempatkan CPMI di lokasi penampungan sebelum seluruh kebutuhan administrasi lengkap.

"Jadi, semua kelengkapan administrasi itu harus selesai di awal. Kalau di awal sudah dikasih uang, terus disuruh berangkat ke penampungan dengan alasan menunggu kelengkapan administrasi, itu hindari saja," ucap dia.

Untuk mencegah modus-modus tersebut, CPMI harus sudah mempersiapkan langkah antisipasi sejak awal.

"Khususnya kepada teman-teman yang ada di desa, yang kerap menjadi target TPPO, kalau ada orang menawarkan dengan mengatasnamakan P3MI, tanyakan lebih dahulu legalitas perusahaannya," kata Yogi.

Dia menjelaskan bahwa P3MI resmi itu adalah yang terdaftar dalam Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

"Untuk mengeceknya, bisa langsung mencari informasi di Disnakertrans (dinas tenaga kerja dan transmigrasi) atau mengecek melalui situs web BP2MI," ujarnya.

Selain itu, kata dia, perusahaan tersebut juga harus memiliki legalitas kerja sama yang jelas dengan agensi yang berada di negara tujuan PMI.

Dari adanya kerja sama juga akan ketahuan apa saja bidang pekerjaan yang dibutuhkan, upah bekerja, kuota kebutuhan berapa, kualifikasi sebagai PMI, dan termasuk hak-hak yang diperoleh selama bekerja di luar negeri.

"Jadi, itu semua harus ada dan jelas. Kalau tidak ada, itu perusahaan patut dicurigai ilegal," ucap dia.

Dia turut mengingatkan bahwa lembaga pelatihan kerja (LPK) maupun balai latihan kerja (BLK) tidak boleh melakukan perekrutan CPMI.

"Karena izin mereka itu untuk pelatihan saja. Kalau ada LPK atau BLK yang menawarkan bekerja ke luar negeri, itu jelas ilegal," kata Yogi.

Dengan adanya atensi pemerintah terhadap kasus-kasus TPPO yang melanda PMI, Polri telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) TPPO di setiap daerah.

Dalam komando terstruktur, Polresta Mataram juga masuk dalam bagian Satgas TPPO di bawah pengawasan Wakapolda NTB.

Sebagai bentuk menjalankan fungsi pencegahan, Yogi meyakinkan bahwa pihaknya membuka ruang bagi masyarakat yang membutuhkan informasi terkait TPPO.

"Kami juga siap diundang kalau warga minta penjelasan soal ini. Seperti Desa Sigerongan kemarin, itu kepala desanya yang minta kami untuk sosialisasikan ini, kami hadir langsung ke sana, audiensinya itu warga yang berniat mau jadi PMI, lumayan banyak yang hadir," ujarnya.