Tiga penyuap Yana Mulyana didakwa beri suap Rp888 juta
5 Juli 2023 13:49 WIB
Sidang dakwaan penyuap Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (5/7/2023). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi
Bandung (ANTARA) - Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa tiga terdakwa pemberi suap Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana memberi uang total sebesar Rp888.221.000 untuk memuluskan proyek pengadaan kamera CCTV dan Internet Service Provider (ISP) pada program "Bandung Smart City" oleh Pemerintah Kota Bandung.
Jaksa Penuntut Umum KPK Tito Jaelani mengatakan tiga terdakwa itu yakni Sony Setiadi selaku Direktur Utama PT Citra Jelajah Informatika (PT Cifo), Benny selaku Direktur PT Sarana Mitra Adiguna (PT SMA), dan Andreas Guntoro selaku Manajer PT SMA. "Melakukan beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang," kata Tito dalam sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Baca juga: KPK segera sidangkan penyuap Wali Kota Bandung Yana Mulyana
Baca juga: KPK benarkan geledah Kantor PDAM Bandung buntut korupsi Yana Mulyana
Jaksa menjelaskan, Sony didakwa memberikan suap sebesar Rp186 juta kepada Yana dan Khairur Rijal selaku Kabid Lalu Lintas dan Perlengkapan Jalan Dinas Perhubungan Kota Bandung. Sedangkan Benny dan Andreas didakwa menggelontorkan uang sebesar Rp702.221.000 untuk menyuap Rijal, Yana, hingga untuk biaya sejumlah pejabat Pemkot Bandung berwisata ke Thailand. Dalam kasus pengadaan ISP, jaksa menyebut Sony memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Yana dengan maksud agar perusahaannya terpilih. Setelah terpilih, PT Cifo pun menerima pembayaran sebesar Rp565 juta, lalu Sony memberikan suap kepada Rijal sebesar Rp86 juta.
Sedangkan untuk kasus pengadaan CCTV, PT SMA awalnya disetujui untuk melaksanakan empat paket pekerjaan terdiri dari pengadaan CCTV dan pemeliharaan CCTV dengan nilai proyek sebesar Rp774.712.250.
Dari pengerjaan itu, Yana kemudian tertarik untuk mengadakan CCTV dengan skala yang lebih besar berdasarkan program Bandung Smart City. Lalu Kepala Dinas Perhubungan Dadang Darmawan dan Rijal pun merancang pengadaan CCTV itu dengan nilai sebesar Rp5 miliar. Kemudian para terdakwa juga mengajak Rijal, termasuk Dadang dan Yana untuk melihat pengadaan CCTV yang sudah jadi dengan merek yang sama yang dipasang di Bangkok, Thailand.
Baca juga: KPK periksa sejumlah pejabat Dishub Kota Bandung
Para terdakwa pun kemudian menggelontorkan uang sebesar Rp321.401.000 untuk wisata ke Bangkok, Rp7.200.000 untuk menyewa ruang tunggu di Bandara Soekarno-Hatta, Rp1.293.000 untuk biaya makan selama di Thailand, dan Rp7.327.000 untuk membelikan Yana sepatu merek Louis Vuitton (LV). "Yana Mulyana merasa puas dan berkeinginan tetap menggunakan CCTV Smart Camera merek Huawei yang dipakai dalam pengadaan yang mana spesifikasi tersebut dimiliki oleh perusahaan milik terdakwa," tutur Tito.
Atas perbuatannya para terdakwa dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan untuk dakwaan Benny dan Andreas, jaksa juga menjerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP karena perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama.
Jaksa Penuntut Umum KPK Tito Jaelani mengatakan tiga terdakwa itu yakni Sony Setiadi selaku Direktur Utama PT Citra Jelajah Informatika (PT Cifo), Benny selaku Direktur PT Sarana Mitra Adiguna (PT SMA), dan Andreas Guntoro selaku Manajer PT SMA. "Melakukan beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang," kata Tito dalam sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Baca juga: KPK segera sidangkan penyuap Wali Kota Bandung Yana Mulyana
Baca juga: KPK benarkan geledah Kantor PDAM Bandung buntut korupsi Yana Mulyana
Jaksa menjelaskan, Sony didakwa memberikan suap sebesar Rp186 juta kepada Yana dan Khairur Rijal selaku Kabid Lalu Lintas dan Perlengkapan Jalan Dinas Perhubungan Kota Bandung. Sedangkan Benny dan Andreas didakwa menggelontorkan uang sebesar Rp702.221.000 untuk menyuap Rijal, Yana, hingga untuk biaya sejumlah pejabat Pemkot Bandung berwisata ke Thailand. Dalam kasus pengadaan ISP, jaksa menyebut Sony memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Yana dengan maksud agar perusahaannya terpilih. Setelah terpilih, PT Cifo pun menerima pembayaran sebesar Rp565 juta, lalu Sony memberikan suap kepada Rijal sebesar Rp86 juta.
Sedangkan untuk kasus pengadaan CCTV, PT SMA awalnya disetujui untuk melaksanakan empat paket pekerjaan terdiri dari pengadaan CCTV dan pemeliharaan CCTV dengan nilai proyek sebesar Rp774.712.250.
Dari pengerjaan itu, Yana kemudian tertarik untuk mengadakan CCTV dengan skala yang lebih besar berdasarkan program Bandung Smart City. Lalu Kepala Dinas Perhubungan Dadang Darmawan dan Rijal pun merancang pengadaan CCTV itu dengan nilai sebesar Rp5 miliar. Kemudian para terdakwa juga mengajak Rijal, termasuk Dadang dan Yana untuk melihat pengadaan CCTV yang sudah jadi dengan merek yang sama yang dipasang di Bangkok, Thailand.
Baca juga: KPK periksa sejumlah pejabat Dishub Kota Bandung
Para terdakwa pun kemudian menggelontorkan uang sebesar Rp321.401.000 untuk wisata ke Bangkok, Rp7.200.000 untuk menyewa ruang tunggu di Bandara Soekarno-Hatta, Rp1.293.000 untuk biaya makan selama di Thailand, dan Rp7.327.000 untuk membelikan Yana sepatu merek Louis Vuitton (LV). "Yana Mulyana merasa puas dan berkeinginan tetap menggunakan CCTV Smart Camera merek Huawei yang dipakai dalam pengadaan yang mana spesifikasi tersebut dimiliki oleh perusahaan milik terdakwa," tutur Tito.
Atas perbuatannya para terdakwa dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan untuk dakwaan Benny dan Andreas, jaksa juga menjerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP karena perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023
Tags: