Lembaga Adat Betawi siap majukan budaya Jakarta sesuai revisi UU DKI
5 Juli 2023 11:35 WIB
Arsip Foto - Ketua Majelis Amanah Persatuan Kaum Betawi (MAPKB) Marullah Matali dalam kongres pertama MAPKB di Balai Agung, Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Jumat (9/6/2023). ANTARA/HO-PPID DKI Jakarta/am.
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Adat Betawi menyatakan siap dimandatkan sebagai penanggung jawab pelestarian kebudayaan daerah menyusul rencana pemerintah dan DPR merevisi UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta seiring perpindahan Ibu Kota Negara (IKN).
"Jika memang dipercaya, kami sangat berterima kasih dan siap mengemban amanah ini. Kami memastikan program maupun kebijakan ke depannya akan memedomani UU Pemajuan Kebudayaan," kata Ketua Wali Amanah Adat Majelis Kaum Betawi, Marullah Matalli dalam siaran pers yang diterima pada Rabu.
Ia menjelaskan, pelestarian budaya yang dilakukan sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Berdasarkan Pasal 3 UU Pemajuan Kebudayaan, upaya pemajuan kebudayaan daerah berasaskan toleransi, keberagaman, kelokalan, lintas wilayah, partisipatif dan manfaat. Selain itu keberlanjutan, kebebasan berekspresi, keterpaduan, kesederajatan dan gotong royong dalam pemajuan kebudayaan daerah.
Adapun tujuan pemajuan kebudayaan, sesuai Pasal 4 adalah untuk mewujudkan berbagai hal. Misalnya, mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan citra bangsa.
Baca juga: Masyarakat Betawi direkomendasikan ikut susun revisi UU DKI Jakarta
Marullah menambahkan, negara berkewajiban memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia. Namun, harus memperhatikan dan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Secara garis besar, undang-undang ini mengatur empat ruang lingkup utama dari pemajuan kebudayaan. "Yaitu perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan. Ini akan kami upayakan terealisasi," kata mantan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta itu.
Marullah berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dapat menyusun aturan turunan jika revisi UU Kekhususan telah rampung dan disahkan. Hal itu guna memperkuat kedudukan Majelis Kaum Betawi sebagai penanggung jawab pemajuan kebudayaan daerah di Jakarta.
"Kami juga mendorong aturan teknis yang diterbitkan Pemprov DKI. Sebab, peraturan perundang-undangan yang baik adalah yang memiliki peraturan turunan dan aturan teknisnya," katanya.
Jika perangkat hukumnya lengkap, kata dia, maka legitimasi untuk menjalankan peraturan perundang-undangan dapat terukur dengan baik.
Baca juga: Tokoh Betawi minta rumusan berkelanjutan setelah IKN pindah
Sebelumnya, anggota DPD RI asal Jakarta, Dailami Firdaus meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melibatkan Lembaga Adat Betawi dalam proses revisi UU Kekhususan DKI.
"Saya meminta Kementerian Dalam Negeri bisa melibatkan lembaga adat Betawi sebagai muatan dalam undang-undang yang baru nanti," kata Dailami saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo di Komplek Parlemen, Jakarta, pada Senin (3/7).
Ia lalu mencontohkan dengan keterlibatan Lembaga Adat Aceh dan Papua saat penyusunan UU Kekhususan daerah setempat.
"Lembaga adat itu sudah dijamin oleh konstitusi. Untuk itu, Kementerian dalam Negeri harus melibatkan lembaga adat Betawi dalam revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 ini, seperti dulu di Aceh dan Papua," kata dia.
"Jika memang dipercaya, kami sangat berterima kasih dan siap mengemban amanah ini. Kami memastikan program maupun kebijakan ke depannya akan memedomani UU Pemajuan Kebudayaan," kata Ketua Wali Amanah Adat Majelis Kaum Betawi, Marullah Matalli dalam siaran pers yang diterima pada Rabu.
Ia menjelaskan, pelestarian budaya yang dilakukan sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Berdasarkan Pasal 3 UU Pemajuan Kebudayaan, upaya pemajuan kebudayaan daerah berasaskan toleransi, keberagaman, kelokalan, lintas wilayah, partisipatif dan manfaat. Selain itu keberlanjutan, kebebasan berekspresi, keterpaduan, kesederajatan dan gotong royong dalam pemajuan kebudayaan daerah.
Adapun tujuan pemajuan kebudayaan, sesuai Pasal 4 adalah untuk mewujudkan berbagai hal. Misalnya, mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan citra bangsa.
Baca juga: Masyarakat Betawi direkomendasikan ikut susun revisi UU DKI Jakarta
Marullah menambahkan, negara berkewajiban memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia. Namun, harus memperhatikan dan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Secara garis besar, undang-undang ini mengatur empat ruang lingkup utama dari pemajuan kebudayaan. "Yaitu perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan. Ini akan kami upayakan terealisasi," kata mantan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta itu.
Marullah berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dapat menyusun aturan turunan jika revisi UU Kekhususan telah rampung dan disahkan. Hal itu guna memperkuat kedudukan Majelis Kaum Betawi sebagai penanggung jawab pemajuan kebudayaan daerah di Jakarta.
"Kami juga mendorong aturan teknis yang diterbitkan Pemprov DKI. Sebab, peraturan perundang-undangan yang baik adalah yang memiliki peraturan turunan dan aturan teknisnya," katanya.
Jika perangkat hukumnya lengkap, kata dia, maka legitimasi untuk menjalankan peraturan perundang-undangan dapat terukur dengan baik.
Baca juga: Tokoh Betawi minta rumusan berkelanjutan setelah IKN pindah
Sebelumnya, anggota DPD RI asal Jakarta, Dailami Firdaus meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melibatkan Lembaga Adat Betawi dalam proses revisi UU Kekhususan DKI.
"Saya meminta Kementerian Dalam Negeri bisa melibatkan lembaga adat Betawi sebagai muatan dalam undang-undang yang baru nanti," kata Dailami saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo di Komplek Parlemen, Jakarta, pada Senin (3/7).
Ia lalu mencontohkan dengan keterlibatan Lembaga Adat Aceh dan Papua saat penyusunan UU Kekhususan daerah setempat.
"Lembaga adat itu sudah dijamin oleh konstitusi. Untuk itu, Kementerian dalam Negeri harus melibatkan lembaga adat Betawi dalam revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 ini, seperti dulu di Aceh dan Papua," kata dia.
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023
Tags: