Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Tugas Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja Aris Wahyudi meminta perusahaan yang menjalankan bisnis di Indonesia untuk rutin melaporkan data lowongan kerja kepada pemerintah.

"Tantangan kami adalah mendata lowongan-lowongan kerja yang ada di perusahaan. Kami sudah mendorong Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) secara daring untuk mendeteksi lowongan-lowongan itu," ujarnya dalam sebuah diskusi bertajuk Implementasi ESG di Jakarta, Selasa.
Aris menganalogikan masalah itu seperti banyak orang punya mobil butuh sopir, tetapi tidak tahu siapa yang mau menjadi sopir. Bahkan sebaliknya banyak orang punya kemampuan mengemudi dan ingin menjadi sopir, tetapi tidak tahu siapa pemilik mobil yang butuh sopir.

Menurut dia Kementerian Ketenagakerjaan telah mengembangkan pusat pasar kerja untuk menjembatani terkait dengan informasi supply dan demand tersebut.


Baca juga: Kemnaker: Lowongan masih didominasi pekerjaan dengan kemampuan dasar

Baca juga: Ada 12.000 lowongan di Pameran Bursa Kerja Kemnaker

"Kami mendorong tidak lagi manual job matching tetapi mengembangkan platform job matching yang secara artifisial intelijen. Tantangannya adalah bagaimana mempertemukan mereka untuk masuk ke dalam sistem itu, sehingga kita mendapatkan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan informasi," kata Aris.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,9 juta orang pada awal tahun 2023. Sementara itu, dari sisi supply yang berasal dunia pendidikan dan pelatihan melahirkan 3 juta lulusan baru yang siap masuk ke pasar kerja setiap tahun.

Ketimpangan supply dan demand itulah yang sedang diselesaikan oleh pemerintah agar semua lulusan bisa terserap ke dunia kerja, sehingga tidak ada lagi pengangguran terbuka.

Aris memandang produsen pengangguran terbesar itu adalah lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan karena lulusan yang telah dilatih oleh dunia pendidikan tidak nyambung dengan dunia kerja, seperti ijazah pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan lowongan kerja.

Belum lagi dari sisi kenaikan investasi yang tidak diimbangi dengan perluasan kesempatan kerja atau lowongan karena padat modal.

"Ketika memang formasi jabatan pekerjaan itu sudah jenuh ya harus berani ganti program studi dan ganti fakultas," pungkas Aris.
Baca juga: BP3MI: Jangan mudah percaya medsos tawarkan lowongan ke luar negeri

Baca juga: Cegah penipuan, Disnaker Bekasi kenalkan aplikasi Siap Kerja Karirhub