"Kami tidak berani melaut menggunakan perahu kecil dengan motor beleketek," kata Subandi, seorang nelayan tradisional Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Panggarangan, Kabupaten Lebak, Senin.
Ia mengatakan, dirinya kini terpaksa beralih profesi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari dengan menjadi buruh bangunan.
Saat ini pekerjaan bangunan banyak permintaan dari masyarakat sehubungan adanya program bedah rumah itu. "Kami sudah biasa jika tidak melaut terpaksa menjadi buruh bangunan," katanya.
Ia menyebutkan banyak juga rekan-rekan nelayannya beralih menjadi pedagang, buruh tani, dan pengemudi angkutan.
Pekerjaan tersebut lantaran nelayan tertimpa musim paceklik akibat cuaca buruk tersebut. "Dengan pekerja lain itu mereka bisa menopang kebutuhan ekonomi keluarga," katanya.
Menurut dia sebagian besar nelayan TPI pesisir selatan Lebak menggunakan perahu kincang dan tidak kuat menahan ombak setinggi 4.0 meter.
Dengan begitu, ujar dia, nelayan tidak berani melaut karena mengancam keselatan jiwa mereka, katanya.
Ujang, salah seorang nelayan TPI Pulomanuk Kabupaten Lebak, mengaku dirinya kini belum berani melaut karena selain tangkapan ikan sulit juga gelombang laut begitu besar. "Kami selama menganggur memperbaiki jaring ikan yang kondisinya sudah rusak," katanya.
Seketaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Lebak Ade Supriatna mengatakan diperkirakan 3.200 nelayan yang tersebar di sembilan TPI menganggur karena ketiggian gelombang mencapai empat meter dan kecepatan angin rata-rata 40 kilometer per jam.
Selain itu juga gelombang dan angin bergerak dari barat laut. "Kami mengimbau nelayan tidak melaut guna mencegah kecelakaan di laut," katanya.
(KR-MSR/E001)