Karachi (ANTARA News) - Karachi, kota terbesar Pakistan, pada Senin menutup fasilitas layanan publik menyusul tewasnya 45 orang akibat ledakan sebuah bom mobil di lingkungan Muslim Syiah.

Lalu lintas jadi lengang saat lembaga pendidikan, pusat bisnis dan pasar ditutup setelah pemerintah setempat mengumumkan satu hari berkabung dan kelompok Syiah mengumumkan tiga hari berkabung bagi mereka yang tewas dalam pemboman pada Minggu di Kota Abbas.

Bom itu meledak saat jamaah keluar masjid, merusak dua blok apartemen, menyebabkan salah satunya terbakar dan menyebabkan orang-orang terjebak di bawah tumpukan puing.

Sampai sekarang belum ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas insiden itu.

Kelompok hak asasi manusia dan warga mengkritik keras pemerintah karena gagal menghentikan pembunuhan sektarian dan pemboman, serta mengadili pihak yang bertanggung jawab.

"Teroris membunuh kami, tapi pemerintah tidak mengambil tindakan apa pun untuk menumpas mereka," kata Mohsin Ali (29 tahun), warga Syiah yang kakaknya tewas.

"Berapa lama kita akan kehilangan anak-anak kita, saudara kita?" katanya seperti dikutip AFP.

"Pemerintah harus memberi kami senjata untuk menangani teroris jika lembaga mereka tidak dapat menangkapnya," kata Azam Khan, Muslim Sunni yang mengatakan membawa beberapa jenazah ke rumah sakit.

"Kami akan memilih mereka yang menumpas teroris. Kami tidak siap diperdaya oleh slogan kosong lagi," katanya.

Karachi sangat penting bagi perekonomian Pakistan, menyumbang 42 persen dari PDB, 70 persen dari pajak penghasilan dan 62 persen dari pajak penjualan.

Tapi kota itu dilanda kekerasan aliran, suku dan politik, yang tahun lalu menewaskan lebih dari 2.200 orang dan yang senantiasa memaksa penutupan perkantoran.

(Uu.B002)