Pada sisi lain, Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat menyatakan, perayaan Imlek juga telah memicu kenaikan atau laju inflasi di Kota Pontianak selama Februari, sebesar 1,04 persen. Padahal sebelumnya, pada Januari 2013, laju inflasi di Kota Pontianak terendah se-Indonesia, yakni sebesar 0,01 persen.
Menurut dia, yakni potensi pelambatan pendapatan karena trend pelemahan harga komoditas karet dan sawit yang masih menjadi penopang ekspor Kalbar, juga rencana pencabutan atau pembatasan subsidi BBM serta kenaikan tarif dasar listrik.
Selain itu, kelancaran arus barang di Pelabuhan Dwikora Pontianak, ikut mempengaruhi potensi inflasi di Kalbar mengingat pelabuhan tersebut pintu utama keluar masuk komoditas.
Bank Indonesia juga memperhitungkan kerawanan pasokan energi maupun BBM karena pendangkalan Sungai Kapuas sehingga kapal pemasok dari Pertamina terhambat. Kondisi itu kerap terjadi ketika musim kemarau melanda Kalbar karena pasokan air dari pehuluan menurun.
"Ketergantungan terhadap pasokan kebutuhan makanan pokok dari luar Kalbar juga mempengaruhi potensi inflasi," katanya mengingatkan.
Sementara itu, lanjut dia, masyarakat juga diposisikan sebagai penentu harga karena ketidaksempurnaan informasi harga dan pasokan di pasar.
"Daya dukung Bandara Supadio Pontianak yang kurang memadai, juga ikut mempengaruhi. Karena daya angkut yang terbatas," ujar dia.
Kegiatan di Kalimantan Barat yang cukup banyak dalam setahun ikut memicu inflasi. Di antaranya Imlek, Cap Go Meh, Sembahyang Kubur, Lebaran, Ramadhan, Natal, Idul Adha, libur sekolah.
"Pada 2012, ada delapan bulan yang terdapat kegiatan keagamaan di Kalimantan Barat," kata Purjoko.
(T011)