Mentok, Babel (ANTARA) - Mendengar kata Menumbing, menggiring ingatan banyak orang pada peristiwa besar perjalanan Republik Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan.

Di puncak Bukti Menumbing di Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terdapat sebuah bangunan kastil atau rumah peristirahatan yang didirikan oleh Banka Tin Winning (perusahaan timah Belanda) sekitar tahun 1927-1930.

Di kompleks Pesanggrahan Menumbing berdiri tiga bangunan utama. Sejak diresmikan pada 28 Agustus 1928 telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas modern, seperti listrik, saluran air, telepon, dan lapangan tenis.

Seiring perjalanan waktu, tepatnya setelah peristiwa Agresi Militer II (19 Desember 1948), sebuah upaya Belanda kembali menguasai Indonesia, Kolonial Belanda berhasil menangkap sejumlah tokoh pimpinan Republik Indonesia di Yogyakarta, yang pada masa itu sebagai Ibu Kota Republik Indonesia.

Penangkapan para pimpinan Republik Indonesia kemudian dilanjutkan dengan mengasingkan mereka ke luar daerah yang dinilai aman. Lalu, dipilihlah Pesanggrahan Menumbing di Kota Mentok di ujung barat Pulau Bangka sebagai tempat pengasingan sejumlah tokoh Kemerdekaan RI.

Pada 22 Desember 1948, rombongan pertama yang diasingkan ke Pesanggrahan Menumbing, terdiri atas Mohammad Hatta, AG Pringgodigdo, Asa'at, dan Soerjadi Suryadarma. Kemudian pada 31 Desember 1948 menyusul Ali Sastroamidjoyo dan Mohamad Roem.

Mereka diasingkan Pemerintah Kolonial Belanda di Pesanggrahan Menumbing, yang kemudian pada 6 Februari 1948 disusul kedatangan Soekarno dan Haji Agus Salim.

Pada awal kedatangannya, Soekarno dan Agus Salim ditempatkan bergabung dengan enam tokoh lainnya di Pesanggrahan Menumbing. Namun, Soekarno merasa tidak nyaman dengan hawa dingin puncak bukit tersebut dan meminta ditempatkan di Pesanggrahan Mentok yang berada di tengah Kota Mentok bersama Agus Salim dan kemudian ditemani Mohamad Roem dan Ali Sastroamidjoyo.

Dari kastil yang berada di puncak Bukit Menumbing tersebut kemudian berbagai konsep penyusunan strategi perundingan untuk meraih kemerdekaan secara diplomasi, dimatangkan.

Bangunan Pesanggrahan Menumbing bersama Pesanggrahan Mentok merupakan simbol upaya perjuangan diplomasi penyelesaian kedaulatan Republik Indonesia, yang secara kebudayaan, memiliki nilai budaya tinggi.

Di bangunan tersebut kemudian terjadi sejumlah berbagai peristiwa dan pertemuan penting dalam diplomasi perjuangan pengakuan kemerdekaan yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dengan melibatkan Konferensi Tiga Negara (KTN) yang kemudian menjadi "United Nation Commisions for Indonesia, juga "Bijeenkomst voor Federaal Overleg" (BFO), dan peristiwa pertemuan dengan sejumlah wartawan nasional dan internasional yang mewartakan berbagai kegiatan tersebut ke seluruh dunia.

Mengingat pentingnya nilai sejarah yang terkandung dalam bangunan tersebut, pada tahun 2010 pemerintah menetapkan bangunan Pesanggrahan Menumbing sebagai salah satu benda, situs, atau kawasan cagar budaya yang dilindungi Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, ditetapkan melalui SK Menteri Kebudayaa dan Pariwisata PM.13/PW.007/MKP/2010.

Bangunan tersebut juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat nasional berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 210/M/2015 tertanggal 5 November 2015.


Daya tarik wisata

Upaya pelestarian bangunan Pesanggrahan Menumbing telah dilakukan pemerintah daerah setempat, baik dalam bentuk merawat fisik bangunan secara berkala maupun kawasan lingkungan di sekitar sebagai upaya menjaga sekaligus menguatkan nilai sejarah yang terkandung di dalam bangunan tersebut.

Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, Pemkab Bangka Barat bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi telah melakukan kerja sama pembangunan tata pamer yang berisi konten sejarah di Pesanggrahan Menumbing, Mentok.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat Muhammad Ali menjelaskan ruang tata pamer tersebut berisi konten sejarah nasional. Di bangunan ini, para pengunjung akan disajikan rangkaian tur sejarah kebangsaan mulai dari peran Presiden Soekarno, Mohamad Hatta, Agus Salim, Mohamad Roem, Ali Sastroamidjojo, AG Pringgodigdo, Komodor Soerjadi Soejadarma, dan Asa’at ketika dalam pengasingannya di Mentok.

Materi yang yang disajikan di bangunan utama Pesanggrahan Menumbing diharapkan bisa mendekatkan sejarah kepada masyarakat dengan sajian menarik, atraktif, dan mudah dipahami dari berbagai informasi yang interaktif, bahkan pengunjung dimanjakan dengan sejumlah titik swafoto yang instagramable.

Ruang pamer Pesanggrahan Menumbing diresmikan Menteri Sosial Republik Indonesia Tri Rismaharini pada 19 Desember 2021, ini sebagai salah satu upaya pelestarian sekaligus pengembangan bangunan cagar agar lebih menarik dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan, baik itu aturan kepariwisataan, cagar budaya, maupun lingkungan hidup.

Keberadaan ruang tata pamer menjadi salah satu daya tarik wisatawan berkunjung, bukan hanya wisatawan lokal, melainkan juga wisatawan nasional dan mancanegara.


Kekayaan alam Menumbing

Menumbing yang berada di puncak bukit berketinggian 445 meter di atas permukaan laut tidak hanya terkandung nilai sejarah tinggi, namun juga kekayaan alam di dalam kawasan hutan yang saat ini sebagian dari kawasan tersebut telah ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Menumbing berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.577/Menhlk/Setjen/PLA.2/7/2016.

Berdasarkan penelitian dan pendataan satwa yang berada di hutan konservasi Bukit Menumbing Mentok yang dilaksanakan bersama Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada akhir 2016, berhasil dikumpulkan data penting yang bisa menjadi dasar untuk melindungi dan melestarikan spesies lokal.

Dalam penelitian itu, tim berhasil menemukan sebanyak 94 jenis burung, 14 jenis binatang amfibi, 25 jenis binatang melata atau reptil, dan 11 jenis binatang mamalia.

Dari berbagai binatang yang ditemui di kawasan hutan Bukit Menumbing itu, antara lain, untuk jenis mamalia ditemukan kubung, mentilin, kancil, kijang, tikus tanah, tupai terbang, babi hutan, kucing, hutan, monyet ekor panjang, lutung, dan kelelawar. Untuk jenis binatang amfibi terdiri atas empat famili, yaitu bufonidae, dicroglossidae, ranidae dan rachoporidae, sementara untuk jenis reptil terdapat sembilan famili terdiri dari agamidae, colubridae, crotalidae, elaphidae, varanidae, trionychidae, scincidae, phytonidae dan geckonidae.

Selain itu, tim juga menemukan 94 jenis burung seperti kuntul kecil, elang, puyuh, pelatuk, punai, dan lainnya yang masih ada meskipun populasinya semakin berkurang.

Pada akhir 2022, Pemkab Bangka Barat bersama tim Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta melakukan penataan ulang zonasi pemanfaatan kawasan Tahura Bukit Menumbing.

Menurut Wakil Bupati Bangka Barat Bong Ming Ming, penataan ulang ini menindaklanjuti arahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait evaluasi penataan blok-blok Tahura Bukit Menumbing yang sudah diterbitkan sebelumnya.

Bukit Menumbing merupakan tahura yang berbeda dengan tahura yang ada di seluruh Indonesia. Karena, jauh sebelum ditetapkan sebagai hutan konservasi dan tahura di lokasi itu sudah ada bangunan yang memiliki nilai sejarah, bahkan sudah ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat nasional, yaitu Pesanggrahan Menumbing.

"Bangunan sejarah sudah lebih dulu ada. Itu yang harus kita jaga, bukan hanya flora dan fauna yang ada dalam kawasan itu," ujarnya.

Melalui kerja sama itu diharapkan Tahura Bukit Menumbing bisa termanfaatkan dan berguna, memiliki nilai ekonomis, dan edukatif untuk kabupaten maupun masyarakat.

Pemkab akan melibatkan masyarakat untuk memanfaatkan ruang yang ada di Menumbing ini, seperti kelompok pecinta flora, fauna, pesepeda, dan lainnya sehingga akan lebih sering dilaksanakan aktivitas komunitas di lokasi itu.

Dengan adanya aktivitas yang melibatkan komunitas diyakini akan melenyapkan oknum-oknum yang akan melakukan perusakan Bukit Menumbing.

Ketua Tim Fakultas Kehutanan UGM, Dr. Hero Marhaento menyampaikan konsep laporan akhir pengelolaan kawasan konservasi sudah disiapkan dan meminta masukan dari semua pihak untuk penyempurnaan.

Tim UGM menyepakati bahwa perlu melakukan pengelolaan dengan baik dan benar, tapi tidak menghilangkan sikap kritis terhadap kebijakan yang tidak spesifik per lokasi karena memang kebijakan itu dibuat secara umum bercakupan nasional.

Pemanfaatan Tahura Bukit Menumbing telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam harus dibagi dalam zona atau blok.

Pemkab Bangka Barat akan terus memberikan sosialisasi mengenai keanekaragaman dan konservasi fauna kepada masyarakat yang diharapkan bisa menjaga kelestarian Tahura Bukit Menumbing seluas 3.333,2 hektare.

Dengan adanya pemahaman menyeluruh terhadap fungsi dan manfaat kawasan Bukit Menumbing, seluruh elemen akan memberikan perlindungan agar habitat yang ada tidak terancam oleh berbagai aktivitas, seperti penambangan, pembalakan, dan pengambilan satwa liar.

Keberadaan Bukit Menumbing yang selama ini menjadi kawasan penyangga kehidupan masyarakat perlu terus dilindungi, demi menjaga kandungan sejarah panjang Kemerdekaan Republik Indonesia yang ada di dalamnya.

Upaya itu juga diyakini menjadi nilai dan elemen penting untuk mendongkrak perekonomian masyarakat dan daerah dari sektor pariwisata.