Menlu: Selandia Baru berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan China
30 Juni 2023 13:17 WIB
Arsip foto - Menteri Luar Negeri Selandia Baru Nanaia Mahuta memimpin bersama Pertemuan Tingkat Menteri APEC 2021 di Wellington, Selandia Baru, 10 November 2021.ANTARA/(Jeff Tollan/APEC Selandia Baru/HO via Reuters/as.
Wellington (ANTARA) - Selandia Baru tengah berusaha mengelola hubungannya dengan China secara hati-hati sekaligus menghindar dari persaingan strategis antara China dan Amerika Serikat, kata menteri luar negeri Selandia Baru Nanaia Mahuta pada Jumat.
Saat ini Perdana Menteri Chris Hipkins sedang berada dalam kunjungan enam hari ke China untuk memimpin delegasi perdagangan, termasuk pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang yang berfokus pada kemitraan ekonomi dan perdagangan.
Hipkins telah menghadapi kritik domestik karena tidak menyediakan lebih banyak waktu selama kunjungannya dan meningkatkan kekhawatiran Selandia Baru tentang pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.
Mahuta juga mengatakan bahwa negaranya sangat berhati-hati dalam menjalin hubungan yang kompleks dengan China.
Ia mengatakan fokus Hipkins pada perdagangan tidak mengubah kebijakan luar negeri Selandia Baru tetapi menunjukkan bahwa Selandia Baru memiliki berbagai kepentingan dengan China.
Dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan Hipkins dengan Jinping, tidak disebutkan masalah hak asasi manusia atau Selat Taiwan. Padahal kedua topik tersebut tercatat dalam pembacaan pertemuan antara mantan Perdana Menteri Jacinda Ardern dan Jinping pada November 2022.
"Saya yakin bahwa masalah perdagangan dan ekonomi akan dibahas termasuk masalah hak asasi manusia dan perang di Ukraina," ujar Mahuta.
Kementerian luar negeri China tidak segera menanggapi permintaan komentar. Seorang juru bicara kedutaan besar China di Selandia Baru mengatakan pekan lalu bahwa selama lima dekade terakhir kedua negara menjunjung tinggi rasa saling menghormati dan mencari kesepakatan sambil mengesampingkan perbedaan.
Selandia Baru telah lama dilihat sebagai suara moderat atau bahkan tidak ambil bagian dalam aliansi intelijen Five Eyes yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, Kanada, Inggris, dan Selandia Baru.
Kekuatan keamanan Selandia Baru dan kehadiran China di Pasifik Selatan semakin kuat setelah tahun lalu China dan Kepulauan Solomon menyetujui pakta keamanan.
Mahuta mengatakan kunjungan Hipkins ke China setelah kunjungan Maret bertujuan untuk memperkuat hubungan kedua negara dan mencegah kerapuhan.
Perjalanan Mahuta mendapat sorotan minggu ini ketika media The Australian mengatakan ia mendapat keberatan dari pihak China.
Pada pertemuan itu, Mahuta menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai situasi hak asasi manusia di Xinjiang dan erosi hak dan kebebasan di Hong Kong.
Ia juga mengatakan China dan Selandia Baru berpotensi bersitegang dalam percakapan yang sulit tentang masalah yang tidak mereka setujui.
"Kami mempertahankan dialog diplomatik dengan China dengan cara yang cukup sulit," katanya tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Mahuta mengatakan bahwa kebijakan luar negeri dan tantangan geopolitik akhir-akhir ini semakin kompleks, termasuk dampak perubahan iklim terhadap negara, perang di Ukraina, dan banyaknya pengungsi yang membutuhkan tempat tinggal.
"Kami menghadapi tantangan di kawasan Pasifik, dalam hal persaingan strategis antara dua negara besar. Selandia Baru berada dalam posisi di mana kami ingin mengelola hubungan yang signifikan dengan cara yang dapat menegaskan kepentingan kami," lanjutnya.
"Selandia Baru adalah negara demokratis. Kami percaya pada prinsip-prinsip yang terbuka, transparan, dan demokratis. Kami akan terus menyelaraskan diri dengan negara yang memiliki nilai yang sama," ujarnya.
Sumber: Reuters
Baca juga: PM Selandia Baru tak setuju Presiden China disebut diktator
Baca juga: PM Selandia Baru kunjungi China untuk temui Xi Jinping
Baca juga: China tawarkan berbagai peluang ekonomi pada Selandia Baru
Saat ini Perdana Menteri Chris Hipkins sedang berada dalam kunjungan enam hari ke China untuk memimpin delegasi perdagangan, termasuk pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang yang berfokus pada kemitraan ekonomi dan perdagangan.
Hipkins telah menghadapi kritik domestik karena tidak menyediakan lebih banyak waktu selama kunjungannya dan meningkatkan kekhawatiran Selandia Baru tentang pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.
Mahuta juga mengatakan bahwa negaranya sangat berhati-hati dalam menjalin hubungan yang kompleks dengan China.
Ia mengatakan fokus Hipkins pada perdagangan tidak mengubah kebijakan luar negeri Selandia Baru tetapi menunjukkan bahwa Selandia Baru memiliki berbagai kepentingan dengan China.
Dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan Hipkins dengan Jinping, tidak disebutkan masalah hak asasi manusia atau Selat Taiwan. Padahal kedua topik tersebut tercatat dalam pembacaan pertemuan antara mantan Perdana Menteri Jacinda Ardern dan Jinping pada November 2022.
"Saya yakin bahwa masalah perdagangan dan ekonomi akan dibahas termasuk masalah hak asasi manusia dan perang di Ukraina," ujar Mahuta.
Kementerian luar negeri China tidak segera menanggapi permintaan komentar. Seorang juru bicara kedutaan besar China di Selandia Baru mengatakan pekan lalu bahwa selama lima dekade terakhir kedua negara menjunjung tinggi rasa saling menghormati dan mencari kesepakatan sambil mengesampingkan perbedaan.
Selandia Baru telah lama dilihat sebagai suara moderat atau bahkan tidak ambil bagian dalam aliansi intelijen Five Eyes yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, Kanada, Inggris, dan Selandia Baru.
Kekuatan keamanan Selandia Baru dan kehadiran China di Pasifik Selatan semakin kuat setelah tahun lalu China dan Kepulauan Solomon menyetujui pakta keamanan.
Mahuta mengatakan kunjungan Hipkins ke China setelah kunjungan Maret bertujuan untuk memperkuat hubungan kedua negara dan mencegah kerapuhan.
Perjalanan Mahuta mendapat sorotan minggu ini ketika media The Australian mengatakan ia mendapat keberatan dari pihak China.
Pada pertemuan itu, Mahuta menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai situasi hak asasi manusia di Xinjiang dan erosi hak dan kebebasan di Hong Kong.
Ia juga mengatakan China dan Selandia Baru berpotensi bersitegang dalam percakapan yang sulit tentang masalah yang tidak mereka setujui.
"Kami mempertahankan dialog diplomatik dengan China dengan cara yang cukup sulit," katanya tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Mahuta mengatakan bahwa kebijakan luar negeri dan tantangan geopolitik akhir-akhir ini semakin kompleks, termasuk dampak perubahan iklim terhadap negara, perang di Ukraina, dan banyaknya pengungsi yang membutuhkan tempat tinggal.
"Kami menghadapi tantangan di kawasan Pasifik, dalam hal persaingan strategis antara dua negara besar. Selandia Baru berada dalam posisi di mana kami ingin mengelola hubungan yang signifikan dengan cara yang dapat menegaskan kepentingan kami," lanjutnya.
"Selandia Baru adalah negara demokratis. Kami percaya pada prinsip-prinsip yang terbuka, transparan, dan demokratis. Kami akan terus menyelaraskan diri dengan negara yang memiliki nilai yang sama," ujarnya.
Sumber: Reuters
Baca juga: PM Selandia Baru tak setuju Presiden China disebut diktator
Baca juga: PM Selandia Baru kunjungi China untuk temui Xi Jinping
Baca juga: China tawarkan berbagai peluang ekonomi pada Selandia Baru
Penerjemah: Resinta Sulistiyandari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023
Tags: