Juru masak Qatar jajal tradisi megibung di Karangasem Bali
28 Juni 2023 18:41 WIB
Juru masak asal Qatar Noof Al Marri (kanan) dan Hassan Al-Ibrahim (kedua kanan) menjajal tradisi makan bersama atau “megibung” dijamu keturunan raja Karangasem, Anak Agung Made Dewandra R Djelantik (kedua kiri) di Taman Soekasada Ujung, Kabupaten Karangasem, Bali, Rabu (28/6/2023). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna.
Karangasem, Bali (ANTARA) - Dua juru masak asal Qatar menjajal tradisi makan bersama atau “megibung” di objek wisata sejarah, Taman Soekasada Ujung, Kabupaten Karangasem, Bali, untuk menyemarakkan program budaya, Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture.
“Saya bisa saling belajar dan bertukar pengalaman tentang tradisi kuliner Bali,” kata juru masak Hassan Al-Ibrahim setelah menjajal megibung di Kabupaten Karangasem, Bali, Rabu.
Bersama juru masak lainnya yakni Noof Al Marri, ia duduk melingkar di Bale Kambang yakni balai raja Karangasem yang digunakan untuk menerima tamu sekaligus tempat makan raja di dalam taman tersebut.
Mereka duduk bersila bagi laki-laki dan bersimpuh bagi perempuan dan di tengah lingkaran tersebut tersaji dalam satu wadah berupa makanan tradisional khas Bali dengan bumbu rempah-rempah yang dirajang atau dicincang/tidak halus.
Menu kuliner itu di antaranya campuran nasi putih dan ubi, ayam betutu, sate lilit, pepes ayam, lawar, dan jukut ares atau makanan berkuah yang terbuat dari batang pohon pisang muda.
Mereka dijamu langsung keturunan raja Karangasem terakhir yang sekaligus menjadi pengelola objek wisata sejarah itu yakni Anak Agung Made Dewandra R Djelantik.
Baca juga: Mempertebal keakraban Qatar dan Indonesia melalui pasar tradisional
Mengenakan udeng atau ikat kepala laki-laki khas Bali, Hasan yang juga berprofesi sebagai pilot maskapai penerbangan nasional Qatar itu mengaku tradisi megibung tersebut mirip dengan budaya di negara yang terletak di jazirah Arab tersebut.
“Kami juga memiliki tradisi seperti ini, kami duduk di lantai dengan keluarga, berkumpul jadi kurang lebih sama dan juga makan menggunakan tangan,” katanya.
Sedangkan megibung di Bali dilakukan tak hanya dengan keluarga tapi juga dilakukan dengan kerabat atau orang lain.
Untuk rasa, lanjut dia, sama dengan makanan di negaranya yang juga mengandung rasa pedas, tapi bumbu kuliner di Bali bahan dari alam itu langsung diolah menjadi makanan.
Sedangkan di negaranya, kata dia, bumbu pedas misalnya menggunakan bahan buatan yakni cabai bubuk.
Senada dengan Hasan, Noof Al Marri mengaku cita rasa makanan Bali berbeda dibandingkan daerah lain di Indonesia yang ia kunjungi seperti Medan dan Jayapura.
Baca juga: Koki Qatar Noof Al Marri menikmati makanan tradisional Indonesia
"Rasanya sangat enak dan berbeda dengan daerah lain misalnya di Jakarta karena di Bali menggunakan banyak rempah,” kata wanita yang sudah 15 tahun menjadi chef itu.
Sementara itu, menurut Pemuka (Manggala) Puri Agung Karangasem, Anak Agung Bagus Partha Wijaya, tradisi megibung pertama kali dikenalkan sekitar tahun 1650 yakni tradisi makan bersama antara Raja Karangasem I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem dengan para pasukannya.
Tujuannya, kata dia, guna meningkatkan kebersamaan dan memberikan semangat moral kepada prajurit saat itu ketika melakukan ekspedisi di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Program perjalanan kuliner dalam Qatar-Indonesia Year of Culture tersebut diadakan mulai 19 Juni 2023 hingga dijadwalkan pada 3 Juli 2023 dimulai di Medan, Jayapura dan terakhir di Bali untuk memahami budaya masyarakat, makanan tradisional serta bahan yang digunakan dalam setiap masakan.
Baca juga: Aroma persahabatan Qatar-Indonesia menyeruak di Medan
“Saya bisa saling belajar dan bertukar pengalaman tentang tradisi kuliner Bali,” kata juru masak Hassan Al-Ibrahim setelah menjajal megibung di Kabupaten Karangasem, Bali, Rabu.
Bersama juru masak lainnya yakni Noof Al Marri, ia duduk melingkar di Bale Kambang yakni balai raja Karangasem yang digunakan untuk menerima tamu sekaligus tempat makan raja di dalam taman tersebut.
Mereka duduk bersila bagi laki-laki dan bersimpuh bagi perempuan dan di tengah lingkaran tersebut tersaji dalam satu wadah berupa makanan tradisional khas Bali dengan bumbu rempah-rempah yang dirajang atau dicincang/tidak halus.
Menu kuliner itu di antaranya campuran nasi putih dan ubi, ayam betutu, sate lilit, pepes ayam, lawar, dan jukut ares atau makanan berkuah yang terbuat dari batang pohon pisang muda.
Mereka dijamu langsung keturunan raja Karangasem terakhir yang sekaligus menjadi pengelola objek wisata sejarah itu yakni Anak Agung Made Dewandra R Djelantik.
Baca juga: Mempertebal keakraban Qatar dan Indonesia melalui pasar tradisional
Mengenakan udeng atau ikat kepala laki-laki khas Bali, Hasan yang juga berprofesi sebagai pilot maskapai penerbangan nasional Qatar itu mengaku tradisi megibung tersebut mirip dengan budaya di negara yang terletak di jazirah Arab tersebut.
“Kami juga memiliki tradisi seperti ini, kami duduk di lantai dengan keluarga, berkumpul jadi kurang lebih sama dan juga makan menggunakan tangan,” katanya.
Sedangkan megibung di Bali dilakukan tak hanya dengan keluarga tapi juga dilakukan dengan kerabat atau orang lain.
Untuk rasa, lanjut dia, sama dengan makanan di negaranya yang juga mengandung rasa pedas, tapi bumbu kuliner di Bali bahan dari alam itu langsung diolah menjadi makanan.
Sedangkan di negaranya, kata dia, bumbu pedas misalnya menggunakan bahan buatan yakni cabai bubuk.
Senada dengan Hasan, Noof Al Marri mengaku cita rasa makanan Bali berbeda dibandingkan daerah lain di Indonesia yang ia kunjungi seperti Medan dan Jayapura.
Baca juga: Koki Qatar Noof Al Marri menikmati makanan tradisional Indonesia
"Rasanya sangat enak dan berbeda dengan daerah lain misalnya di Jakarta karena di Bali menggunakan banyak rempah,” kata wanita yang sudah 15 tahun menjadi chef itu.
Sementara itu, menurut Pemuka (Manggala) Puri Agung Karangasem, Anak Agung Bagus Partha Wijaya, tradisi megibung pertama kali dikenalkan sekitar tahun 1650 yakni tradisi makan bersama antara Raja Karangasem I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem dengan para pasukannya.
Tujuannya, kata dia, guna meningkatkan kebersamaan dan memberikan semangat moral kepada prajurit saat itu ketika melakukan ekspedisi di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Program perjalanan kuliner dalam Qatar-Indonesia Year of Culture tersebut diadakan mulai 19 Juni 2023 hingga dijadwalkan pada 3 Juli 2023 dimulai di Medan, Jayapura dan terakhir di Bali untuk memahami budaya masyarakat, makanan tradisional serta bahan yang digunakan dalam setiap masakan.
Baca juga: Aroma persahabatan Qatar-Indonesia menyeruak di Medan
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023
Tags: