Menko PMK: Hari Melawan Ujaran Kebencian momentum lawan intoleransi
27 Juni 2023 21:52 WIB
Tangkapan layar - Menko PMK Muhadjir Effendy dalam webinar Internasional seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya yang diselenggarakan Institut Leimena, Selasa (27/6/2023).(ANTARA/Asep Firmansyah/Zoom-Institut Leimena/aa.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan Hari Internasional Melawan Ujaran Kebencian yang jatuh pada 18 Juni lalu harus menjadi momentum untuk melawan segala bentuk intoleransi dan diskriminasi.
"Momentum sangat penting bagi kita semua untuk bergerak bersama dalam memerangi perilaku intoleransi serta diskriminasi yang berakar dari perbedaan keyakinan, agama, suku, budaya, dan ras," ujar Muhadjir dalam webinar yang diikuti dari Jakarta, Selasa.
Muhadjir mengatakan saat ini dunia dihadapkan pada tantangan besar yakni ujaran kebencian yang semakin merajalela dan sulit dikendalikan. Ujaran kebencian tidak hanya mempengaruhi stabilitas sosial, tetapi juga telah menimbulkan kerusakan moral, mental, dan jiwa yang sistematis serta berkelanjutan.
"Pada gilirannya menciptakan konflik di berbagai belahan dunia," katanya.
Baca juga: AICHR: Perempuan berperan penting atasi ujaran kebencian
Ia menjelaskan dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, penyebaran ujaran kebencian dapat sangat mudah menyebar dan merusak kerukunan sosial.
Oleh karena itu, kata dia, penting bagi semua pihak untuk memperkuat literasi digital dan mempromosikan teknologi komunikasi dengan penuh tanggung jawab, sambil memerangi fenomena yang sangat berbahaya seperti kebencian di media sosial.
"Salah satu yang penting adalah mengembangkan literasi keagamaan yang sejalan dengan nilai-nilai universal persaudaraan, penghormatan, dan kerja sama antarumat manusia," kata dia.
Baca juga: PBB: Ujaran kebencian rusak solidaritas komunitas
Menurut dia, literasi keagamaan lintas budaya merupakan praktik yang sangat penting dalam mempromosikan pemahaman, toleransi, dan kerja sama antaragama dan budaya.
"Melalui pemahaman lebih dalam tentang kepercayaan dan praktik keagamaan yang berbeda-beda, kita akan mampu membangun jembatan yang kokoh antarkomunitas dan menciptakan dunia yang lebih harmonis," ujar dia.
Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho mengatakan seluruh pemangku kebijakan serta masyarakat perlu lebih memahami Resolusi PBB No.75/309 Tahun 2021 tentang mempromosikan dialog dan toleransi antaragama dan antarbudaya dalam melawan ujaran kebencian.
Baca juga: Komnas HAM: Tidak semua ketidaksukaan dimaknai ujaran kebencian
"Resolusi PBB ini harus menyadarkan kita bahwa ujaran kebencian tidak boleh kita anggap remeh karena dapat menyebabkan masalah serius. ada kekhawatiran karena merebaknya intoleransi antaragama dan kepercayaan yang dapat menimbulkan kekerasan individu serta dampak serius pada tingkat regional, nasional, dan internasional," kata dia.
"Momentum sangat penting bagi kita semua untuk bergerak bersama dalam memerangi perilaku intoleransi serta diskriminasi yang berakar dari perbedaan keyakinan, agama, suku, budaya, dan ras," ujar Muhadjir dalam webinar yang diikuti dari Jakarta, Selasa.
Muhadjir mengatakan saat ini dunia dihadapkan pada tantangan besar yakni ujaran kebencian yang semakin merajalela dan sulit dikendalikan. Ujaran kebencian tidak hanya mempengaruhi stabilitas sosial, tetapi juga telah menimbulkan kerusakan moral, mental, dan jiwa yang sistematis serta berkelanjutan.
"Pada gilirannya menciptakan konflik di berbagai belahan dunia," katanya.
Baca juga: AICHR: Perempuan berperan penting atasi ujaran kebencian
Ia menjelaskan dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, penyebaran ujaran kebencian dapat sangat mudah menyebar dan merusak kerukunan sosial.
Oleh karena itu, kata dia, penting bagi semua pihak untuk memperkuat literasi digital dan mempromosikan teknologi komunikasi dengan penuh tanggung jawab, sambil memerangi fenomena yang sangat berbahaya seperti kebencian di media sosial.
"Salah satu yang penting adalah mengembangkan literasi keagamaan yang sejalan dengan nilai-nilai universal persaudaraan, penghormatan, dan kerja sama antarumat manusia," kata dia.
Baca juga: PBB: Ujaran kebencian rusak solidaritas komunitas
Menurut dia, literasi keagamaan lintas budaya merupakan praktik yang sangat penting dalam mempromosikan pemahaman, toleransi, dan kerja sama antaragama dan budaya.
"Melalui pemahaman lebih dalam tentang kepercayaan dan praktik keagamaan yang berbeda-beda, kita akan mampu membangun jembatan yang kokoh antarkomunitas dan menciptakan dunia yang lebih harmonis," ujar dia.
Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho mengatakan seluruh pemangku kebijakan serta masyarakat perlu lebih memahami Resolusi PBB No.75/309 Tahun 2021 tentang mempromosikan dialog dan toleransi antaragama dan antarbudaya dalam melawan ujaran kebencian.
Baca juga: Komnas HAM: Tidak semua ketidaksukaan dimaknai ujaran kebencian
"Resolusi PBB ini harus menyadarkan kita bahwa ujaran kebencian tidak boleh kita anggap remeh karena dapat menyebabkan masalah serius. ada kekhawatiran karena merebaknya intoleransi antaragama dan kepercayaan yang dapat menimbulkan kekerasan individu serta dampak serius pada tingkat regional, nasional, dan internasional," kata dia.
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: