Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku bekerja cepat dalam menyidik kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji dalam pengurusan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olahraga Nasional Hambalang dengan tersangka Anas Urbaningrum.

"Hampir tiap hari (mulai minggu ini) KPK periksa saksi-saksi kasus Hambalang untuk tersangka AU," kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan sejak Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (22/2) KPK mulai memanggil saksi pada Rabu (27/2). Namun Johan belum bisa memastikan kapan Anas diperiksa KPK.

"Begitu Jumat (22/2) ditetapkan tersangka, Senin (25/2) mengirim surat untuk panggil saksi-saksi, sejak Rabu pemeriksaan saksi untuk AU," ujarnya.

Namun Johan menegaskan tidak ada desakan politik dalam KPK dalam proses penyidikan dalam kasus itu.

Dia mengatakan, saat ini KPK mempercepat penanganan kasus-kasus yang ditanganinya dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia.

Hal itu menurut dia ada hal-hal yang berbeda dalam beberapa hari ini dalam penanganan kasus oleh KPK.

"KPK `speed up` penanganan kasus-kasus yang sedang ditangani. Kami akan berlari cepat dengan keterbatasan sumber daya manusia," ujarnya.

Dalam kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji dengan tersangka Anas Urbaningrum, KPK sejak Rabu (27/2) memanggil saksi anggota DPR Ignatius Mulyono.

Pada Kamis (28/2) memanggil Mindo Rosalina Manulang, petinggi perusahaan Duta Motor Pecenongan, Jakarta Pusat, Jimmy Herman Wijaya, dan Jatidjan dari swasta. Menurut Johan hanya Mindo Rosalina yang tidak hadir.

Duta Motor disebut-sebut tempat pembelian mobil Toyota Harrier oleh Nazaruddin yang diberikan kepada Anas Urbaningrum. Uang pembelian itu didapatkan dari PT Adhi Karya senilai Rp700 juta.

Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi tersangka dalam kasus proyek sport center Hambalang.

"Gelar perkara yang dilakukan beberapa kali dan hari ini dugaan penerimaan hadiah atau janji berkenaan dengan pembangungan Hambalang dan atau proyek lainnya dan menetapkan AU sebagai tersangka," kata Johan.

Menurut Johan, Anas telah melanggar tindak pidana korupsi dalam kaitannya sebagai anggota DPR RI sebelum menjadi Ketum Partai Demokrat.

Selain itu, ujarnya, penetapan Anas ini telah melalui gelar perkara (ekspose) yang dilakukan lima pimpinan KPK, dan disetujui semua pimpinan serta ditandatangani Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto.

KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 Undang-Undang No.30 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(I028/N002)