Jakarta (ANTARA News) - Direktur Lembaga Kajian dan Survei Nusantara Gugus Joko Waskito mengatakan tokoh Islam sebaiknya lebih kompak jika ingin memberi warna yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Tokoh Islam, baik pimpinan parpol maupun ormas, harus lebih kompak, mengesampingkan ego masing-masing untuk kepentingan yang lebih besar dalam membangun bangsa ini," kata Gugus di Jakarta, Kamis.
Menurut Gugus, meskipun sulit dibuktikan, terasa ada upaya untuk "memotong" tokoh-tokoh Islam agar tidak tampil sebagai pemimpin bangsa ini.
"Setelah direnungkan, kita amati, kita analisa, sejak zaman Presiden Habibie, Presiden Gus Dur, hingga era sekarang ada Luthfi Hasan dan Anas Urbaningrum, kenapa tokoh yang berlatar belakang hijau selalu `dihantam` di tengah jalan," katanya.
Habibie merupakan tokoh ICMI yang memiliki peluang besar untuk menjadi presiden tahun 1999, setelah ia menjadi presiden di masa transisi pascalengsernya Presiden Soeharto.
Namun, peluangnya `dipotong` secara politik dengan ditolaknya laporan pertanggungjawabannya selaku presiden oleh MPR dengan alasan masalah lepasnya Timor-Timor dari Indonesia.
Tokoh NU Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang kemudian terpilih sebagai presiden, akhirnya diberhentikan di tengah jalan dengan tuduhan terlibat skandal korupsi Bruneigate dan Buloggate, yang kemudian hari tidak terbukti. Mahkamah Agung memutuskan Gus Dur tidak terlibat dalam skandal itu.
Pada tahun politik sekarang ini, lanjut Gugus, masyarakat dikejutkan dengan ditangkapnya Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq yang kemudian dinyatakan sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi serta ditetapkannya Anas Urbaningrum yang notabene mantan Ketua Umum HMI sebagai tersangka kasus korupsi proyek Hambalang.
"Ini kebetulan atau memang ada `grand design` agar politisi atau tokoh Islam tidak akan pernah muncul memimpin negeri ini? Kalau ini sebuah `grand design`, siapa dibalik ini semua?" katanya.
Anehnya, lanjut Gugus, tokoh Islam yang lain, baik dari ormas maupun parpol, tampak tidak menyadari dan tidak kompak dalam melihat peristiwa-peristiwa itu.
"Egoisme masih ada di kalangan tokoh Islam, kepentingan golongan kadang masih tampak," katanya.
Kalau jejak sejarah tersebut memang sebuah `grand design`, kata Gugus, maka tokoh Islam yang punya potensi sebagai presiden, seperti Mahfud MD dan Din Syamsuddin, harus lebih berhati-hati.
(S024/R010)
Pengamat: tokoh Islam sebaiknya lebih kompak
28 Februari 2013 21:45 WIB
Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin (ANTARA)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013
Tags: