Jakarta (ANTARA News) - Barcelona dirundung galau. Dua kali Dewi Fortuna mengibaskan rayuan mesra sarat kasmaran dari kubu "Azulgrana", karena dua kali menelan kekalahan memalukan dan memilukan di sirkuit bola sejagat.

Keok 1-3 dari Real Madrid dalam semifinal kedua Piala Raja 2012/2013 membuat Barcelona merangkai duka di Camp Nou. Di ajang Liga Champions, pasukan Catalan dirangsek 0-2 oleh AC Milan di San Siro pada pertengahan pekan ini. Dua laga, dua duka.

Kualitas jempolan dalam penguasaan bola sampai 73 persen tidak terus menjamin Lionel Messi cs. leluasa mengobrak-abrik kotak penalti lawan.

Seluruh mata terarah kepada lini pertahanan Barca, terlebih menghadapi 12 laga ke depan. Dan muulai ada kerinduan untuk mengenang kembali kejayaan Barcelona semasa di bawah pelatih Pep Guardiola.

Keampuhan "tiki-taka" yang memamerkan penguasaan bola di lini tengah mulai menuai bibit kritik, antara lain buat apa hebat di penguasaan bola bila tidak bisa mencetak gol ke gawang lawan. Bukankah sepak bola punya kredo bahwa menyerang untuk menang, bukan menyerang untuk menyerang.

Krisis Barcelona mengerucut kepada satu hal saja, pentingnya sebuah kreativitas dan keberanian mengambil keputusan dari seorang pemimpin.

Harian Marca menulis bahwa aura Barcelona kini mulai meredup. Messi cs. kehilangan sosok Tito Vilanova yang kini sedang menjalani proses penyembuhan dari operasi tenggorokan di New York. Penggantinya Jordi Roura.

Nah, sang penerjemah dari Setubal, Portugal yang kini menjadi "entrenador" Madrid secara jenial mengalihbahasakan krisis pemimpin di tubuh Barca dengan menyusun dua kalimat.

Pertama, susunlah pertahanan serapat mungkin ketika pasukan Barca menghimpun serangan. Kedua, lakukan sesegera mungkin serangan balik ke jantung pertahanan lawan.

Dua kalimat Mourinho bertuah. Banyak umpan yang dilepaskan Xavi, Andres Iniesta, Sergio Busquets kemudian diantisipasi dengan mudah oleh barisan belakang Madrid.

Lionel Messi yang bergelar pemain terbaik sedunia lantas mati angin. Mengapa arus serangan Barca tidak kunjung mempan menembus benteng Madrid?

Barcelona mengalami krisis pemimpin. Vilanova, yang menggantikan posisi Pep Guardiola di akhir musim lalu, menjalani operasi tumor tenggorokan pada November 2011. Roura yang disebut-sebut telah siap menerima tongkat estafet pemimpin, ternyata jauh dari harapan. Dua laga krusial dilalui Barca dengan dua kekalahan.

Roura, yang nota bene mantan pemain Barca, kontan menjadi bulan-bulanan kejeniusan Mourinho. Kalau pemimpin bertugas membuat keputusan (judgement), dan keputusan berisi pengetahuan (knowledge), kebenaran (truth), dan kepercayaan (belief), maka krisis Barcelona berarti tidak ada pengetahuan, tidak ada kebenaran dan tidak ada kepercayaan.

Krisis pemimpin melanda kubu Barcelona, artinya tidak ada lagi pengetahuan yang dapat diandalkan, tidak ada lagi pengetahuan yang dapat dijadikan acuan, dan tidak ada lagi kepercayaan yang dapat dijadikan pegangan.

Ini dapat dipahami lantaran Roura bukanlah pelatih yang punya segudang pengalaman lapangan di jenjang laga berskala domestik dan berskala internasional.

Kalau kualitas keputusan berhubungan langsung dengan cara melakukan analisis, maka krisis kepemimpinan di Barcelona sama dan sebangun dengan krisis melakukan analisis dari setiap pertandingan. Kualitas keputusan Roura kurang mujarab berhadapan dengan juru ramu taktik sekelas Mourinho.

"Tanpa mendapat dukungan hasil kerja dari staf pelatih yang handal, terlebih setelah absennya Tito Vilanova, maka penampilan kami kurang greget," kata presiden Barca Sandro Rosell kepada media massa elektronik Spanyol Canal Plus setelah klubnya kalah dari Real.

"Ia pelatih kami, pemimpin kami," katanya ketika mengonfirmasikan kunjungannya ke New York untuk menjenguk Vilanova pekan ini.

"Bayangkan bila sebuah lembaga, sebuah perusahaan, sebuah pabrik tanpa ada ketuanya. Kunjungan kami ke sini untuk mengetahui keadaan kesehatannya. Prioritas sekarang yakni pemulihan kesehatannya ketimbang pertandingan ke depan," katanya.

Rosell kemudian menegaskan bahwa seorang pemimpin perlu memiliki kualitas kepemimpinan yang bersandar kepada sikap taat asas. Seorang pemimpin hendaknya tidak mencla-mencle. Seorang pemimpin diharapkan tidak bersikap "pagi kedelai, sore tempe".

"Inilah kompetisi yang amat memerlukan konsistensi. Memenangi laga membuktikan bahwa anda tampil sebagai tim terbaik," katanya menegaskan.

Semasa Barca dipoles Pep Guardiola, ada konsistensi keputusan. Mourinho kerapkali terlibat perang urat syaraf dengan Guardiola. Musim kompetisi bergulir, Madrid membenahi diri dan Barcelona melakoni transisi pelatih karena Guadiola menyatakan mundur sesaat dari dunia sepak bola (sabbatical year).

Transisi ini dapat ditangkap secara mulus oleh Tito Vilanova. Ini bukti bahwa mesin organisasi di tubuh Barca berjalan relatif baik di bawah arahan Guardiola yang kini melatih Bayern Munich di musim depan. Proses transisi ini yang besar kemungkinan tidak dapat ditangkap oleh Roura sekarang ini.

Pembawaan Guardiola yang kalem kemudian diwariskan kepada Vilanova. Selain itu, Guardiola mewarisi dan menerjemahkan semangat dari pelatih gaek Spanyol Marcelo Bielsa, yakni sepak bola yang mengandalkan penguasaan bola dan melancarkan serangan tiada henti ke jantung pertahanan lawan.

Dribel dan tekel kurang mendapat tempat dalam perhatian. Roura rupanya belum paham sepenuhnya menangkap dan menerapkan roh permainan Barca sepenuhnya.

Roura tidak selihai Guardiola untuk melakoni perang urat syaraf. Bukankah Mourinho juga pernah diterpa kabar tidak sedap, yakni pemecatan dirinya dari Madrid?

Harian Marca menulis, "Saatnya bercerai." Kalimat itu ditulis sebagai respons bahwa presiden Real Madrid Florentino Perez sudah menunjukkan rasa jengah dengan sepak terjang Mourinho.

Hubungan tidak harmonis antara Perez dengan Mourinho tercium media massa setempat. Kepala berita harian itu langsung menurunkan berita bernada menohok, "Jose Mourinho tidak akan lagi menjadi pelatih Real Madrid di musim depan". Bereaksi dengan brita-berita itu, Mourinho juga tidak lagi nyaman berada di Spanyol.

"Media massa setempat terus menyerang saya," kata Mourinho menegaskan. Ketika ia menjawab pertanyaan jelang laga melawan Ajax dalam gelaran Liga Champions, ia mengatakan, "Mengapa anda tidak menggelar jumpa pers soal alasan media massa menyerang saya? Silakan mengadakan makan malam. Saya tidak akan mengatakan sepatah kata pun, begitupun presiden klub."

Terus didesak tentang komentarnya mengenai Perez, pelatih asal Portugal itu menjawab, "Silakan anda tanya sendiri kepada presiden klub. Saya tidak punya masalah dengan dia. Satu hal yang perlu saya lakukan yakni membayar ongkos makan dan minum. Apakah di sana ada musim kompetisi? Itu jelas bukan berita. Masa depan saya yakni Liga Champions."

Kini, baik Real Madrid maupun Barcelona sama-sama mengalami paceklik pemimpin. Dan Mourinho dengan "mata elangnya" itu mampu menyulap krisis menjadi peluang. Itulah pemimpin, yakni trengginas menyulap krisis menjadi peluang demi peluang untuk meraup kemenangan.

Dan Mourinho telah membuktikannya dalam 1000 hari dengan mempersembahkan tiga gelar, yakni satu gelar La Liga, satu Piala Raja dan satu Piala Super Spanyol.

Kali pertama memenangi gelar bersama "Los Blancos", Mou mengatakan dengan sukacita, "Hal yang indah bukanlah memenangi pertandingan. Hal yang terindah yakni memenangi pertandingan melawan Madrid."

Pemimpin sejati adalah mereka yang memberi bukti. Caranya. menghasilkan keputusan-keputusan yang tepat sasaran dengan dipandu sikap taat asas.
(A024)