Banjarbaru (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan kini gencar mengajak seluruh warga dapat mendukung pelestarian alam di pegunungan Meratus serta menjaga kearifan lokal, berupa adat dan budayanya, sehingga impian diakui dunia menjadi UNESCO Global Geopark bisa terwujud.

Salah satu situs Geopark Meratus di rute selatan yang mengambil tema "Sebuah Kilau Perjalanan dari Hutan Tropis Menuju Intan", berada di Kampung Purun, Kelurahan Palam, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru.

Di Kampung Purun, dijumpai banyak perajin anyaman purun (sejenis rumput) dengan bermacam produknya, seperti tikar, bakul, tas, dompet, topi, hingga baki.

Dari puluhan, bahkan ratusan warga yang terlibat membuat kerajinan anyaman purun, terdapat 11 kelompok sebagai pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Kelompok usaha yang tergabung di dalamnya dan tercatat di Dinas Koperasi dan UKM Banjarbaru itu adalah Galoeh Tjempaka, Purun Al Firdaus, Galuh Banjar, Pelangi Al Firdaus, Teratai Galuh Cempaka, Galuh Rancah, Galuh Cantik Transad, Galuh Palam, Galuh Langkar, dan Puteri Berlian.

Menyusuri Kampung Purun yang berjarak sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Banjarbaru, pengunjung disuguhi pemandangan banyaknya tumpukan bahan baku purun yang sedang dijemur di depan rumah warga.

Ada juga sekelompok ibu-ibu yang asyik membuat produk kerajinan anyaman purun di teras rumah, sembari melayani pengunjung di beberapa galeri yang dibangun untuk memajang hasilnya dengan rapi.

Aminah (38) salah satu perajin, yang ditemui pada Sabtu (24/6), mengaku sedang sibuk membuat pesanan 600 tas yang datang dari Banjarmasin.

"Alhamdulilah pesanan lagi ramai, pesanan 600 tas untuk acara di Banjarmasin," ucapnya, kepada ANTARA.

Bersama 12 orang perempuan yang tergabung dalam kelompok Galoeh Tjempaka, Aminah berusaha menyelesaikan pesanan tepat waktu agar pelanggan puas dan tidak kecewa.

Kepercayaan pelanggan adalah nomor satu yang harus dijaga agar pesanan terus mengalir, termasuk menjaga kualitas produk, sesuai keinginan pembeli.

Dalam sehari, ibu empat anak ini bisa menyelesaikan 10 tas berbentuk bakul ukuran 13x17 sentimeter yang seluruh prosesnya dikerjakan menggunakan tangan kosong tanpa bantuan alat apapun.

Sementara untuk tikar ukuran dua meter bisa diselesaikan dalam dua hari untuk satu produk, tergantung tingkat kerumitan pada setiap pesanan.

Dari usaha yang digelutinya, Aminah bisa memperoleh pendapatan mencapai Rp2 juta per bulan dan bisa lebih jika pesanan sedang ramai.
Aminah menjemur tanaman rumput purun yang baru saja diambil dari alam sebelum siap digunakan untuk bahan baku kerajinan. (ANTARA/Firman)

Rumput liar pembawa berkah

Purun merupakan rumput sejenis mensiang atau mendong yang kerap tumbuh liar di dekat air atau rawa.

Di Kampung Purun, rumput ini banyak terdapat di daerah rawa dan bekas galian sebuah perusahaan di wilayah Kelurahan Palam dan sekitarnya.

Berawal dari sekelompok warga mencoba membuat kerajinan anyaman dari bahan baku purun, akhirnya kini terus berkembang dan bisa dikatakan satu kampung menggeluti usaha serupa di samping pekerjaan lainnya, seperti bertani dan sebagian bekerja pada bidang lainnya.

Salasiah (60) atau kerap disapa Acil Sala, menjadi salah satu perajin generasi pertama di Kampung Purun yang kini mengelola kelompok Galoeh Tjempaka beranggotakan 12 orang.

Awalnya dia hanya bisa mengolah produk tikar dari purun. Bahkan, jauh sebelum itu, masyarakat di Kelurahan Palam hanya mengumpulkan purun yang masih basah dalam bentuk ikatan untuk langsung dijual ke pengepul yang membawa keluar daerah dengan harga relatif murah.

Kemudian berkat pendampingan dari pemerintah daerah yang memberikan pelatihan, termasuk mengirimkan bahan produk jadi dari Jawa sebagai contoh, maka perlahan perajin purun di Kampung Purun mulai mengolah aneka produk, seperti bakul, tas, topi dan sebagainya.

Dalam prosesnya, tanaman purun di alam dicabut dan dihargai Rp7 ribu satu ikat yang cukup untuk satu produk tikar ukuran lebih kurang dua meter.

Purun yang sudah dicabut kemudian dijemur di panas matahari antara lima sampai satu pekan, sehingga benar-benar kering ditandai warnanya berubah dari hijau menjadi kuning kecoklatan.

Setelah kering, purun ditumbuk supaya pipih dan siap diolah sebagai bahan baku kerajinan anyaman purun.

"Untuk bentuk purun yang lebih kecil diameternya cocok sebagai bahan membuat bakul atau dompet, sedangkan yang agak besar untuk tas dan tikar," kata Acil Sala, saat berbincang dengan ANTARA.

Dia bersyukur usaha kerajinan purun bisa terus eksis dan berharap pesanan terus berdatangan.

Bantuan promosi dari berbagai pihak, khususnya dari pemerintah daerah, senantiasa bisa menggerakkan masyarakat agar pemasaran produk anyaman purun bisa semakin luas, tak hanya laris di daerah sendiri, namun juga merambah pasar nasional, bahkan mancanegara.

Tanaman liar rumput purun benar-benar telah membawa berkah bagi masyarakat di Kampung Purun dan bakal terus dijaga kelestarian budaya pembuatan kerajinannya oleh warga secara turun temurun.
Pengunjung melihat produk anyaman purun di galeri kelompok Galoeh Tjempaka. (ANTARA/Firman)

Kampung wisata unggulan

Wali Kota Banjarbaru Aditya Mufti Arifin mengaku bangga keberadaan Kampung Purun yang kini menjadi kampung wisata unggulan, dengan kearifan lokal masyarakat membuat kerajinan anyaman purun.

Pemerintah daerah terus menjalankan program dengan memaksimalkan sumber daya purun yang ada di wilayah Kelurahan Palam menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan warga.

Tak hanya soal peningkatan pasar kerajinan produk purun, pemerintah daerah memfasilitasi munculnya inovasi lain dalam upaya pengembangan Kampung Purun sebagai desa wisata agar semakin menarik minat wisatawan berkunjung.

Pada akhir 2022, Wisata Kuliner Kampung Purun diresmikan oleh wali kota sehingga menambah daya tarik orang untuk datang, yang tak sekadar ingin membeli produk kerajinan purun, namun bisa bersantai sembari menikmati alam asri khas perkampungan yang masih alami, jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

Kampung itu menjadi "one stop service", yang artinya dalam suatu objek wisata terdapat ragam hiburan yang bisa dinikmati pengunjung untuk betah berlama-lama bersantai.

Ketika bertemu masyarakat, Aditya selalu mengingatkan agar mereka bisa menjaga dan melestarikan segala fasilitas wisata di Kampung Purun, sehingga bisa terus berlanjut untuk urat nadi ekonomi yang saling mendukung.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sandiaga Salahuddin Uno pun telah mengunjungi Kampung Purun pada September 2021 untuk memberikan motivasi dan penguatan bagi berkembangnya kawasan wisata dan ekonomi kreatif.

Menparekraf melihat kearifan lokal yang bersumber dari kekayaan alam dan budaya masyarakat setempat yang mengolah dan memanfaatkan anugerah Tuhan yang wajib terus dilestarikan.

Pengembangan Geopark Meratus di Kalimantan Selatan yang telah diakui sebagai Geopark Nasional Indonesia sejak 29 November 2018 kini dalam proses pengajuan diakui menjadi UNESCO Global Geopark.

Badan Pengelola Geopark Meratus di bawah arahan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor menetapkan Kampung Purun menjadi situs Geopark Meratus karena memiliki sejarah panjang, budaya dan kearifan lokal bersama 54 situs lainnya di Kalimantan Selatan, yang membentang di kawasan Pegunungan Meratus.



Badan Pengelola Geopark Meratus di bawah arahan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor menetapkan Kampung Purun menjadi situs Geopark Meratus karena memiliki sejarah panjang, budaya dan kearifan lokal bersama 54 situs lainnya di Kalimantan Selatan yang membentang di kawasan Pegunungan Meratus.