Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan bahwa raja, sultan, hingga masyarakat adat sepatutnya mengisi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI sebagai perwakilan dari utusan daerah.

“Para raja, sultan, dan masyarakat adat sudah seharusnya duduk di MPR RI di dalam kursi utusan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari sejarah kewilayahan Nusantara yang menjadi faktor kunci lahirnya Republik Indonesia,” kata LaNyalla di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.

Hal itu disampaikan dalam acara silaturahim para raja dan sultan Nusantara dengan Tema “Mendorong Lahirnya Konsensus Nasional untuk Kembali kepada Sistem Bernegara Rumusan Para Pendiri Bangsa”.

Demi memperkuat sistem bernegara Indonesia, LaNyalla menyebut utusan daerah, termasuk utusan golongan sudah seharusnya memiliki kewenangan memberikan pendapat atas rancangan undang-undang (RUU) yang dibentuk DPR RI dan pemerintah sebagai bagian dari penguatan partisipasi keterlibatan publik secara utuh.

Dia menyayangkan lantaran fakta di lapangan, kerajaan dan kesultanan Nusantara maupun kelompok masyarakat adat tidak memiliki saluran langsung dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa Indonesia.

Padahal, kata LaNyalla, sudah seharusnya para raja dan sultan Nusantara menjadi bagian dari "pemegang saham" utama negara Indonesia.

Baca juga: Ketua DPD minta pemerintah miliki skema untuk hentikan TPPO
Baca juga: Ketua DPD RI terima Dubes Ceko, bahas pelibatan UMKM dalam kerjasama


Sebab, kata dia, sebelum Indonesia merdeka, wilayah di Nusantara diisi daerah-daerah berpemerintahan sendiri ("zelfbesturende land schappen") yang dipimpin kerajaan dan kesultanan Nusantara, serta wilayah yang dihuni kelompok masyarakat adat berbasis suku, marga, nagari, dan lainnya ("volks gemeen schappen")

“Mereka inilah pemilik wilayah Nusantara, sekaligus rakyat Nusantara. Mereka inilah yang mengalami langsung penjajahan Belanda melalui VOC dan militernya, dan sejarah mencatat beberapa pertempuran dan perlawanan terhadap VOC dan tentara Belanda telah terjadi di era kerajaan dan kesultanan Nusantara,” tuturnya.

Dia menyebut bahwa semangat perjuangan kerajaan dan kesultanan Nusantara itulah yang lantas menjadi ilham dan inspirasi lahirnya pejuang-pejuang kemerdekaan.

Adapun puncak dari sumbangsih kerajaan Nusantara adalah dukungan moril dan materiil berupa penyerahan wilayah-wilayah kekuasaannya untuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), papar dia.

“Begitu pula yang dilakukan masyarakat adat berbasis suku, marga, dan nagari di belantara Nusantara ini, mereka menundukkan diri ke dalam Indonesia sebagai bagian dari Rakyat Indonesia,” ucapnya.

Untuk itu, dia mengatakan tanpa penyerahan wilayah-wilayah kerajaan dan kesultanan maupun masyarakat adat di Nusantara, maka salah satu syarat berdirinya negara Indonesia tidak akan terpenuhi.

"Ini perlu menjadi catatan penting karena terdapat empat syarat untuk berdirinya suatu negara. Pertama, adanya rakyat; kedua, adanya wilayah; ketiga, terbentuknya pemerintahan; dan keempat, adanya pengakuan internasional," kata dia.