Lewoleba (ANTARA) - Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjalankan Sekolah Lapang Kearifan Lokal di Desa Hoelea II, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.

"Sekolah Lapang Kearifan Lokal merupakan upaya percepatan pemajuan kebudayaan yang dijalankan secara partisipatif bersama masyarakat adat di Indonesia," kata Pamong Budaya Ahli Madya Kemendikbudristek Julianus Limbeng dalam Pembukaan Sekolah Lapang Kearifan Lokal di Lembata, Kamis.

Ia mengatakan desa atau kampung adat memiliki nilai budaya yang penting untuk diangkat menjadi bagian dari jati diri bangsa Indonesia.

Namun, katanya, kebudayaan itu tidak hanya berkaitan dengan jati diri atau identitas, tetapi ada aspek pengembangan dan pemanfaatan sehingga kebudayaan bisa berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

"Ada 10 objek pemajuan kebudayaan yang jadi sasaran utama. Semua ini akan diangkat lewat program pengembangan dan pemanfaatan ini," katanya.

Baca juga: Pengobatan tradisional jadi pilihan masyarakat urban

Sekolah Lapang Kearifan Lokal diikuti 21 anak muda berasal dari 11 komunitas adat di Lembata. Mereka merupakan "Pandu Budaya" yang menjadi pelaku aktif pemajuan kebudayaan masyarakat adat.

Para peserta tersebut menginap selama tiga hari di rumah-rumah warga, lalu mendapatkan penguatan kapasitas sebagai "Pandu Budaya" sehingga bisa menggali lebih dalam tentang kebudayaan di daerah itu.

Setelah adanya praktik temu kenali yang diikuti dengan penyusunan narasi dan kurasi, diharapkan adanya data kekayaan kebudayaan masyarakat adat.

Ada pula pemanfaatan dan pengembangan objek pemajuan kebudayaan dan potensi rintisan usaha masyarakat adat.

"Denyut budaya sudah ada. Sekarang mau diapakan," katanya.

Baca juga: Gebyar Seni Betawi di sekolah beri pemahaman tentang kearifan lokal
Baca juga: Belajar kearifan lokal dari masyarakat Punan di rimba Kaltara