Tegucigalpa (ANTARA) - Pemerintah Honduras akan mengembalikan kendali sebagian besar sistem kepenjaraan negara itu dari kepolisian nasional kepada polisi militer pada tahun depan, kata kantor kepresidenan Honduras pada Rabu malam (21/6).

Pernyataan tersebut diumumkan sehari setelah kerusuhan di penjara yang merenggut hampir 50 nyawa.

Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya terbaru dalam memberantas kejahatan yang mencakup penangguhan beberapa hak konstitusional untuk menjangkau lebih banyak wilayah dalam jangka waktu yang lebih lama, serta memberi peran yang lebih besar bagi angkatan bersenjata dalam upaya keamanan nasional, menurut pemerintah.

Honduras akan mengubah pulau-pulau yang berjarak ratusan kilometer dari lepas pantai menjadi koloni penjara bagi para pemimpin geng yang sangat berbahaya, kata kantor kepresidenan.

Presiden Honduras Xiomara Castro berjanji akan mengambil tindakan tegas untuk mengatasi kematian di penjara wanita, yang dia kaitkan dengan serangan terencana oleh anggota geng yang dilakukan dengan sepengetahuan penjaga.
Baca juga: 41 orang tewas dalam kerusuhan di penjara wanita Honduras

Polisi mengatakan bentrokan terjadi ketika anggota bersenjata geng Barrio 18 menahan penjaga dan menyerang anggota geng lawan, Mara Salvatrucha (MS-13).

Kedua geng, yang berasal dari Amerika Serikat, bersaing untuk mengontrol perdagangan narkoba dan pemerasan di dalam tahanan, serta kerap bentrok antara mereka sendiri, atau dengan pihak berwenang.

Kerusuhan pada Selasa (20/6) kemungkinan dimulai sebagai tindakan pembalasan atas kebijakan terbaru pemerintah yang menindak korupsi dan kekuasaan geng di balik tembok penjara, kata pihak berwenang.

Pemerintahan Castro memecat semua anggota komite yang mengawasi kebijakan penindakan sebelumnya tersebut.

Ia juga mengembalikan kendali sebanyak 21 dari 26 penjara di negara itu kepada polisi militer. Presiden Castro sempat mencopot polisi militer dari pengawasan penjara ketika dia menjabat pada awal 2022, serta ketika itu menyerahkan kendali penjara kepada kepolisian nasional.

Pemerintah Honduras juga memperluas kebijakan pengecualian negara dengan membuat langkah yang memungkinkan pihak berwenang membatasi kebebasan mobilisasi dan berkumpul, serta menggeledah rumah dan melakukan penangkapan tanpa surat perintah.

Organisasi hak asasi manusia mengecam kebijakan pengecualian negara tersebut, yang mengikuti keputusan serupa dari El Salvador, di mana puluhan ribu tersangka anggota geng telah dipenjara selama satu setengah tahun terakhir.

Untuk para wanita yang tetap dipenjara di tempat kerusuhan itu terjadi, pemerintah meminta pengadilan mempertimbangkan kembali penahanan bagi mereka yang belum diadili dan mereka yang memiliki penyakit terminal.

Baca juga: Kerusuhan di penjara Kolombia tewaskan 49 narapidana
Baca juga: 41 napi tewas,13 luka-luka dalam kerusuhan di penjara Ekuador
Baca juga: 17 tahanan tewas dalam kerusuhan di penjara Venezuela


Sumber: Reuters