Jakarta (ANTARA) - Ketua Panitia khusus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Dewan Perwakilan Daerah (Pansus BLBI DPD) Bustami Zainudin menegaskan akan menggali lebih dalam kasus BLBI untuk menuntaskan skandal yang lahir dari dampak krisis moneter pada 1998 tersebut.

Pasalnya dalam keterangan Menteri Keuangan (Menkeu) era Soeharto, Fuad Bawazier, terdapat permasalahan yang masih bisa diperdalam, yakni kemungkinan perilaku nakal PT Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Bank Danamon yang dilakukan pula oleh bank penerima dana BLBI lainnya.

“Pansus BLBI ingin menggali lebih dalam dan terutama apakah perilaku nakal tersebut juga dilakukan bank-bank lainnya yang dalam surat tersebut terdapat 54 bank,” kata Bustami dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), seperti dikutip dari keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

Sementara mengenai dana BLBI yang harus ditagih pemerintah senilai Rp110 triliun, Bustami menuturkan hak negara tersebut terus diurus oleh Satuan Tugas (Satgas) BLBI.

Baca juga: Pansus BLBI DPD Jilid 2 targetkan bawa obligor BLBI ke ranah pidana
Baca juga: Pansus DPD minta negara tak tunduk dan kalah dengan obligor BLBI


Dalam RDPU yang digelar di Jakarta, Selasa (20/6) tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) era Soe​​harto, Fuad Bawazier hadir memenuhi undangan Pansus BLBI DPD untuk mendukung pengungkapan kasus BLBI.

Fuad mengaku bahwa pernah menulis surat kepada Presiden Soeharto untuk meminta tindak lanjut laporan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Dari penyaluran dana Rp109 triliun dalam laporan, hampir 50 persen diberikan kepada dua bank, yakni BDNI dan Bank Danamon. Dari jumlah itu, BDNI mendapatkan pinjaman sebanyak Rp27,6 triliun dan Bank Danamon sebanyak Rp25,8 triliun.

Namun berdasarkan laporan dari Tim Audit Internasional, Fuad mengungkapkan aset setelah pemeriksaan BDNI hanya senilai Rp5,9 triliun dan Bank Danamon sebesar Rp13,3 triliun

"Jadi pada saat itu saja hanya untuk dua bank tersebut pemerintah harus menanggung kerugian sebesar Rp85 triliun dari jumlah Rp48,2 triliun ditambah Rp37,3 triliun,” ungkap Fuad.