Pengamat: Anas harus mundur dari Partai Demokrat
Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum (dua kanan) bersama Wasekjen Partai Demokrat, Saan Mustafa (kanan), Ketua Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Denny Kailimang (kiri) dan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, Sartono Hutomo (dua kiri) memperlihatkan surat pakta integritas usai penandatanganan di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Kamis (14/2). Penandatanganan pakta integritas yang menjadi arahan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono tersebut sebagai komitmen, idealisme dan etika Partai Demokrat yang harus dipegang teguh sebagai panduan sikap dan perilaku politik kader partai di seluruh tingkatan serta salahsatu upaya untuk menyelamatkan elektabilitas partai. (FOTO ANTARA/Wahyu Putro A)
"Sesuai dengan ketetapan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat, kader yang menjadi tersangka harus mundur dari jabatannya di partai. Artinya, Anas harus mundur dari ketua umum dan wakil ketua majelis tinggi Partai Demokrat," kata peneliti senior bidang politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu di Jakarta, Jumat.
Siti Zuhro mengatakan penetapan Anas sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang oleh KPK selaku lembaga negara yang memberantas korupsi di Tanah Air itu harus dihormati.
KPK akhirnya meresmikan status tersangka mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tersebut setelah berbagai polemik bermunculan terkait bocornya draf Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) untuk Anas Urbaningrum.
Penetapan status Anas disampaikan Juru Bicara KPK Johan Budi dalam jumpa pers di Gedung KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat malam.
"Berdasarkan hasil gelar perkara mengenai penyelidikan dan penyidikan terkait dengan dugaan penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah di Hambalang dan proyek-proyek lainnya, KPK telah menetapkan saudara AU (Anas Urbaningrum) sebagai tersangka," kata Johan Budi.
Berdasarkan surat perintah penyidikan tertanggal Jumat, 22 Februari, Anas Urbaningrum disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ancaman pidana pelanggar pasal tersebut adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta-Rp1 miliar.
Sedangkan Pasal 11 adalah penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan atau pidana denda Rp50juta-250juta.
Penetapan Anas sebagai tersangka tersebut telah disepakati oleh semua pimpinan KPK, termasuk Bambang Widjojanto yang menandatangani Sprindik.
"Semua pimpinan setuju bahwa AU sebagai tersangka," ujar Johan Budi. (F013/S024)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013