Tanjungpinang (ANTARA News) - Sekitar 100 hektare lebih dari 1.300 hektare hutan mangrove di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, rusak akibat dibabat dan ditimbun sejumlah warga dan perusahaan untuk pemukiman dan industri.

"Kami cukup prihatin dengan kerusakan mangrove yang terjadi saat ini," kata Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah usai mengecek langsung kerusakan itu dengan mengelilingi perairan Sungai Jang dan Pulau Dompak, Jumat.

Lis menyayangkan tindakan warga dan sejumlah perusahaan yang melakukan pembabatan hutan mangrove tersebut karena sangat berdampak terhadap kerusakan lingkungan.

"Bahkan sebagian hutan mangrove dan pantai hingga kedalaman laut dua meter sudah ada sertifikatnya dan Badan Pertanahan Nasional," kata Lis menyayangkan.

Lis mengatakan, jika tidak ada penataan dengan baik, Tanjungpinang bisa tenggelam akibat abrasi karena habisnya hutan mangrove.

"Kalau dibiarkan terus seperti ini dan tidak ditata dengan baik bisa-bisa Tanjungpinang tenggelam," kata Lis.

Lis yang baru menjabat sebagai Wali Kota Tanjungpinang selama lima minggu tersebut akan meninjau ulang kembali sejumlah izin penimbunan yang diberikan Wali Kota Tanjungpinang sebelumnya.

"Saya minta Lurah Sungai Jang juga menginventarisir berapa luas bakau yang telah dibabat dan ditimbun," ujarnya.

Sebagian besar mangrove atau bakau yang dibabat dan ditimbun berubah jadi perumahan dan menjadi penyebab banjir disejumlah daerah di Tanjungpinang.

Perusahaan tambang bauksit juga diketahui melakukan penimbunan bakau untuk membuat pelabuhan tempat tambat kapal tongkang pengangkut bauksit.

Sementara itu, Kabid Pertambangan dan Kehutanan Dinas Kelautan Perikanan Pertanian, Kehutanan dan Energi (KP2KE) Tanjungpinang, Zulhidayat mengatakan pihaknya belum memiliki data terbaru mengenai kerusakan mangrove.

"Data dari 1986 sampai 2011 lebih dari 100 hektare yang rusak berdasarkan foto udara," katanya.

Dia memperkirakan data tersebut bertambah akibat banyaknya aktivitas penimbunan dan pertambangan di Tanjungpinang.

(KR-HKY/B012)