Jakarta (ANTARA) - Legislator meminta kepada pemerintahan kota (pemkot) di seluruh wilayah DKI Jakarta untuk melibatkan penegak hukum saat menagih atau mengambil aset dari pengembang.

"Penegak hukum harus jadi unsur yang dilibatkan dalam pengambilan aset," kata anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, William Aditya Sarana, saat ditemui di kantor DPRD DKI Jakarta, Selasa.

Menurut William, penegak hukum dilibatkan untuk memastikan tidak ada aksi suap dari pengembang ataupun penyelewengan wewenang dari oknum tertentu dalam proses penarikan aset tersebut.

Beberapa unsur penegakan hukum pun bisa dilibatkan dari mulai badan hukum internal pemkot, kepolisian resor (polres) hingga kejaksaan negeri (kejari) tingkat kota.

Dengan adanya keterlibatan penegak hukum, dia yakin penarikan aset oleh Pemprov DKI dan pemkot bisa berjalan dengan maksimal.

Baca juga: Pembentukan Pansus Aset DKI pernah diusulkan DPRD

Selain itu, William mengaku ada hal lain yang menyebabkan penarikan aset DKI Jakarta kurang maksimal seperti banyak aset yang tidak bisa diserahkan karena kondisinya kurang baik.

Padahal aset tersebut harus diserahkan pengembang sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan.

Karenanya dia meminta aset tersebut tetap harus diserahkan walaupun kondisi belum sempurna.

"Diserahkan saja, walaupun kondisi asetnya kurang prima. Nanti setelah diserahkan, tetap dibuat perjanjian dengan pengembang bahwa aset tersebut tetap harus diperbaiki hingga bisa dipakai untuk masyarakat umum," jelas William.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum menertibkan aset tetap berupa fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum).

Baca juga: Organisasi Perangkat Daerah diminta jaga aset Pemprov DKI Jakarta

"Penatausahaan penyerahan dan pencatatan aset tetap fasos-fasum belum tertib," kata Anggota V BPK RI Ahmadi Noor Supit saat menyampaikan hasil pemeriksaan BPK atas anggaran tahun 2022 di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (29/5).

Ketidaktertiban tersebut, kata Supit, meliputi dua bidang tanah fasos-fasum yang telah diterima dari pemegang Surat Izin Penguasaan Penggunaan Tanah (SIPPT) Rp17,72 miliar berstatus sengketa.

"Penerimaan aset fasos-fasum belum seluruhnya dilaporkan oleh wali kota ke BPAD (Badan Pengelolaan Aset Daerah)," ujar Supit.

Lalu, aset fasos-fasum dikuasai dan/atau digunakan pihak lain tanpa perjanjian, pencatatan ganda aset fasos-fasum dalam kartu inventaris barang (KIB) serta aset fasos-fasum berupa gedung, jalan, saluran dan jembatan dicatat dengan ukuran yang tidak wajar, yaitu nol meter persegi atau satu meter persegi.

Baca juga: Pemprov DKI belum tertibkan aset tetap fasos dan fasum