Menkumham dorong pelaku usaha atasi perubahan iklim
20 Juni 2023 12:35 WIB
Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra dalam lokakarya "Pengarusutamaan Hak Asasi Manusia dalam Adaptasi Perubahan Iklim dan Manajemen Bencana" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (20/6/2023). (ANTARA/Narda Margaretha Sinambela)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mendorong peningkatan kesadaran sektor swasta dalam mengatasi perubahan iklim yang ikut mengancam HAM melalui Program Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
"Pelaku usaha juga berperan penting dalam mengatasi perubahan iklim. Sektor swasta harus mengambil tanggung jawab sosial dan lingkungan melalui upaya konkret," ujar Yasonna dalam Lokakarya "Pengarusutamaan Hak Asasi Manusia dalam Adaptasi Perubahan Iklim dan Manajemen Bencana" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, pelaku usaha dapat mengurangi emisi karbon dan menghormati hak-hak masyarakat lokal untuk area operasional mereka. Untuk memastikan upaya tersebut, sambung Yasonna, Kementerian Hukum dan HAM membuat Aplikasi Prisma dalam memberikan penilaian risiko bisnis dan HAM.
"Aplikasi mandiri berbasis laman web ini untuk membantu pelaku usaha dalam menganalisis risiko dugaan pelanggaran HAM yang disebabkan kegiatan bisnisnya," jelasnya.
Yasonna mengatakan bahwa Aplikasi Prisma dapat melakukan penilaian sendiri untuk meninjau suatu produk sudah sesuai dengan kebijakan yang berkaitan dengan HAM.
Sementara itu, Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra menjelaskan bahwa Program Strategi Nasional Bisnis dan HAM menjadi suatu prioritas bagi pemerintah. Pasalnya, program ini merupakan wujud keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Baca juga: Yasonna Laoly sebut perubahan iklim ikut mengancam HAM
Baca juga: Yasonna minta pegawai bangun pola pikir sebagai pelayan masyarakat
Ia mengatakan dalam program tersebut ada tiga pilar, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Ketiga pilar ini bersama-sama untuk melaksanakan Program Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
"Jadi, pelaku usaha tidak hanya orientasi kepada uang, tetapi terkait sosial, lingkungan maupun HAM," tambah Dhahana.
Dhahana memberikan contoh Pertamina, di mana perusahaan ini setiap tahun diuji oleh suatu lembaga internasional. Adapun yang diuji berkaitan dengan ekonomi, sosial maupun lingkungan.
"Ternyata Pertamina sekarang ini range kedua terkait yang punya kapasitas HAM," ucapnya.
Dia mengaku pihaknya telah melakukan kerja sama dengan Pertamina dalam upaya bisnis dan HAM. Tidak hanya itu, menurut Dhahana, akan ada banyak perusahaan yang ikut dalam Program Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
"Ke depan akan banyak sekali, karena apa? Uni Eropa sudah mendeklarasikan bahwa produk yang masuk ke negaranya harus ramah HAM, salah satunya Jepang," kata dia.
Uni Eropa hingga Jepang sudah mendeklarasikan bahwa produk yang diperbolehkan masuk ke negara mereka harus ramah HAM. Sementara itu, posisi Indonesia sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menyusun peraturan terkait Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
"Hal ini membuktikan Indonesia punya kepedulian terkait bisnis dan HAM," pungkas Dhahana.
"Pelaku usaha juga berperan penting dalam mengatasi perubahan iklim. Sektor swasta harus mengambil tanggung jawab sosial dan lingkungan melalui upaya konkret," ujar Yasonna dalam Lokakarya "Pengarusutamaan Hak Asasi Manusia dalam Adaptasi Perubahan Iklim dan Manajemen Bencana" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, pelaku usaha dapat mengurangi emisi karbon dan menghormati hak-hak masyarakat lokal untuk area operasional mereka. Untuk memastikan upaya tersebut, sambung Yasonna, Kementerian Hukum dan HAM membuat Aplikasi Prisma dalam memberikan penilaian risiko bisnis dan HAM.
"Aplikasi mandiri berbasis laman web ini untuk membantu pelaku usaha dalam menganalisis risiko dugaan pelanggaran HAM yang disebabkan kegiatan bisnisnya," jelasnya.
Yasonna mengatakan bahwa Aplikasi Prisma dapat melakukan penilaian sendiri untuk meninjau suatu produk sudah sesuai dengan kebijakan yang berkaitan dengan HAM.
Sementara itu, Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra menjelaskan bahwa Program Strategi Nasional Bisnis dan HAM menjadi suatu prioritas bagi pemerintah. Pasalnya, program ini merupakan wujud keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Baca juga: Yasonna Laoly sebut perubahan iklim ikut mengancam HAM
Baca juga: Yasonna minta pegawai bangun pola pikir sebagai pelayan masyarakat
Ia mengatakan dalam program tersebut ada tiga pilar, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Ketiga pilar ini bersama-sama untuk melaksanakan Program Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
"Jadi, pelaku usaha tidak hanya orientasi kepada uang, tetapi terkait sosial, lingkungan maupun HAM," tambah Dhahana.
Dhahana memberikan contoh Pertamina, di mana perusahaan ini setiap tahun diuji oleh suatu lembaga internasional. Adapun yang diuji berkaitan dengan ekonomi, sosial maupun lingkungan.
"Ternyata Pertamina sekarang ini range kedua terkait yang punya kapasitas HAM," ucapnya.
Dia mengaku pihaknya telah melakukan kerja sama dengan Pertamina dalam upaya bisnis dan HAM. Tidak hanya itu, menurut Dhahana, akan ada banyak perusahaan yang ikut dalam Program Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
"Ke depan akan banyak sekali, karena apa? Uni Eropa sudah mendeklarasikan bahwa produk yang masuk ke negaranya harus ramah HAM, salah satunya Jepang," kata dia.
Uni Eropa hingga Jepang sudah mendeklarasikan bahwa produk yang diperbolehkan masuk ke negara mereka harus ramah HAM. Sementara itu, posisi Indonesia sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menyusun peraturan terkait Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
"Hal ini membuktikan Indonesia punya kepedulian terkait bisnis dan HAM," pungkas Dhahana.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023
Tags: