Tokyo (ANTARA) - Harga minyak beragam di awal perdagangan Asia pada Selasa pagi, menjelang keputusan tentang suku bunga acuan pinjaman oleh China, dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu secara luas diperkirakan akan memangkas suku bunga utama untuk menopang pemulihan yang melambat.

Minyak mentah berjangka Brent naik tipis tiga sen menjadi diperdagangkan di 76,12 dolar AS per barel pada pukul 00.41 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tidak berubah di 71,29 dolar AS per barel dan tidak ada penyelesaian pada Senin (19/6) karena hari libur umum di Amerika Serikat.

Kontrak minyak mentah WTI yang jatuh tempo pada 20 Juli turun 58 sen menjadi 71,35 dolar AS per barel.

China secara luas diperkirakan akan memotong suku bunga acuan pinjaman utama pada Selasa dalam pelonggaran pertama dalam 10 bulan, sebuah survei Reuters menunjukkan, setelah data ekonomi baru-baru ini menunjukkan sektor ritel dan pabrik berjuang untuk mempertahankan momentum yang terlihat awal tahun ini.

Pemerintah China bertemu minggu lalu untuk membahas langkah-langkah guna memacu pertumbuhan ekonomi, dan beberapa bank besar telah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi 2023 mereka di tengah kekhawatiran pemulihan pasca-COVID goyah.

"Skeptisisme atas langkah-langkah stimulus China membebani sentimen," kata ANZ Research dalam catatan klien pada Selasa. "Pasar juga tidak memiliki arah karena pasar AS yang tutup mendorong likuiditas lebih rendah."

Pada Senin (19/6), dua pembuat kebijakan di Bank Sentral Eropa berpendapat untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut di tengah risiko inflasi yang lebih tinggi. Pasar juga menunggu kesaksian dari Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell akhir pekan ini untuk petunjuk suku bunga di masa depan.

Suku bunga yang lebih tinggi mengurangi selera untuk belanja dan dapat mendorong permintaan minyak turun.

Di sisi pasokan, ekspor minyak mentah dan produksi minyak Iran telah mencapai level tertinggi baru pada tahun 2023 meskipun ada sanksi AS.

Rusia akan meningkatkan ekspor minyak lintas laut bulan ini, melebihi pemotongan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Moskow sendiri.

"Pasokan telah rebound dan menjadi positif dari sejumlah sumber: AS, non-OPEC lainnya, belum lagi di dalam OPEC+ misalnya Nigeria, Iran, Venezuela," kata analis JPMorgan dalam sebuah catatan.

Bank (JPMorgan) memotong perkiraan rata-rata untuk harga Brent menjadi 81 dolar AS per barel tahun ini dari perkiraan sebelumnya 90 dolar AS per barel.

Pemotongan OPEC+ tidak cukup untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan global sekalipun diperpanjang hingga 2024, kata para analis.

Baca juga: Minyak jatuh karena ketidakpastian tentang pertumbuhan ekonomi China

Baca juga: Minyak merosot di Asia, terseret ketidakpastian pertumbuhan China