Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum PT Tjitajam menegaskan aset kliennya yang disebutkan oleh Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) yang telah dilakukan penguasaan fisik atas aset tersebut, masih jelas kepemilikannya.

Reynold Thonak, SH. dan Antonius Edwin, S.H. yang merupakan Advokat - Konsultan Hukum pada Law Firm Reynold & Co dan bertindak untuk dan atas nama serta mewakili kepentingan hukum Rotendi selaku Direktur PT Tjitajam mengatakan, sebagai suatu perseroan terbatas, kliennya memiliki aset berupa bidang-bidang tanah di antaranya yaitu sebagaimana dimaksud dalam SHGB No: 257/Cipayung Jaya atas nama PT Tjitajam dengan pengesahan akta pendirian tertanggal 12 Agustus 1996.

"Bahwa kepemilikan klien terhadap SHGB No: 257 telah dikuatkan oleh sembilan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) baik pengadilan negeri maupun pengadilan tata usaha negara dan bahkan sudah dilakukan eksekusi," tulis kuasa hukum dalam surat permohonan hak jawab kepada Antara di Jakarta, Senin.

Kuasa hukum menyebutkan, tanah milik klien tersebut sampai saat ini hanya tercatat adanya sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam perkara nomor 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim yang kemudian juga disusul oleh Pengadilan Negeri Cibinong pada tahun 2018 dalam perkara nomor 79/Pdt.G/2017/PN.Cbi, di mana kedua putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap dan untuk putusan PN Cibinong telah dilakukan proses eksekusi.

Kuasa hukum juga menyatakan tindakan pemasangan plang yang dilakukan oleh Satgas BLBI dilakukan tanpa adanya suatu alas hak apapun, karena selain dari pada catatan sita jaminan, SHGB No:257 tidak pernah dibebankan hak-hak apapun dan/ atau beralih kepemilikannya kepada pihak manapun dan masih tercatat atas nama PT Tjitajam dengan pengesahan akta pendirian tertanggal 12 Agustus 1996.

Menurut kuasa hukum, legal standing yang diakui dan digunakan oleh Satgas BLBI pada saat melakukan pemasangan plang di atas tanah milik kliennya adalah perjanjian di bawah tangan yakin perjanjian penyelesaian pinjaman tertanggal 11 Desember 1998.

Sementara itu, berkaitan dengan Perjanjian Penyelesaian Pinjaman tertanggal 11 Desember 1998 yang digunakan oleh Satgas BLBI, kuasa hukum menyampaikan bahwa kliennya tidak pernah memiliki hubungan hukum apapun dengan PT Mitra Unggulbina Nusa yang diwakili oleh Wirawan Hartanto maupun dengan Bank Central Dagang yang diwakili oleh Hindarto Hovert Tantular (buronan kasus Bank Century).

Selain itu, perjanjian tersebut ditandatangani oleh Laurensius Hendra Soedjito selaku mantan Direktur PT Tjitajam tanpa melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang dan Anggaran Dasar PT Tjitajam.

Kemudian, kuasa hukum mengatakan, karena objek dalam Perjanjian dimaksud adalah tanah, oleh karena itu sudah seharusnya hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah harus sesuai dengan Ketentuan Undang-undang Nomor : 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT).

Kuasa hukum membeberkan fakta bahwa yang dijadikan jaminan dalam perjanjian tersebut adalah Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat No : 960/HGB/KWBPN/1997 tentang Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Seluas 538.000 M2, terletak di Desa Cipayung Jaya, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Daerah Tingkat Il Bogor, atas nama PT. Tjitajam, badan hukum Indonesia, berkedudukan di Desa Ragajaya, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor tertanggal 29 Oktober 1997, di mana hal tersebut menurut kuasa hukum jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 4 UUHT yang mengatur bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan.

Bahwa selain itu, lanjut kuasa hukum, terhadap perjanjian tersebut tidak pernah dibuatkan akta pemberian hak tanggungan oleh PPAT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga secara hukum Kementerian Keuangan dan/atau Satgas BLBI tidak memiliki hak apapun di atas SHGB No: 257 milik kliennya.

Kuasa hukum juga menyampaikan bahwa perjanjian tersebut telah terbukti dibuat secara melawan hukum oleh Laurensius Hendra Soedjito, PT Mitra Unggulbina Nusa yang diwakili oleh Wirawan Hartanto maupun dengan Bank Central Dagang yang diwakili oleh Hindarto Hovert Tantular.

Oleh karenanya telah dinyatakan batal demi hukum oleh Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No: 303/Pdt/2022/PT.Bdg tertanggal 5 Juli 2022 Jo Putusan Pengadilan Negeri Depok No: 181/Pdt.G/2020/PN.Dpk Tertanggal 22 Desember 2021 dan saat ini perkara dimaksud sedang dalam pemeriksaan tahap kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan register perkara Nomor: 760 K/Pdt/2023.

Kuasa hukum menambahkan, selain menyatakan batal demi hukum perjanjian penyelesaian pinjaman tertanggal 11 Desember 1998 yang digunakan oleh Satgas BLBI, putusan tersebut di atas juga memerintahkan kepada Menteri Keuangan untuk mengeluarkan, mencoret/ menghapus SK Kanwil Nomor 960 dari Daftar Barang Milik Negara maupun catatan yang diperuntukkan untuk itu.

Oleh karena itu, menurut kuasa hukum, seharusnya Menteri Keuangan dan/atau Satgas BLBI dapat menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan tidak melakukan tindakan sewenang-wenang yang dapat menimbulkan kerugian baik pihak kliennya selaku pemilik SHGB No : 257 dan berindikasi kepada perampasan hak asasi manusia terlebih lagi setelah kliennya dapat memperjuangkan haknya dari oknum mafia tanah in casu Ponten Cahaya Surbakti, Drs. Cipto Sulistio, Tamami Imam Santoso, dkk, yang telah melakukan pembajakan terhadap saham maupun aset PT Tjitajam selama kurang lebih 25 tahun secara sistematis dengan cara bekerja sama dengan oknum di dalam Dirjen AHU pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI maupun oknum pada Badan Pertanahan Nasional.

Sebelumnya, Satgas BLBI melakukan penguasaan fisik aset properti berupa tanah dan bangunan eks BLBI untuk penyelesaian serta pemulihan hak negara dari dana BLBI.

Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengungkapkan penguasaan fisik dilakukan melalui pemasangan plang pengamanan aset berupa tanah seluas kurang lebih 538.000 m2 dengan nilai aset yang sedang dalam proses penilaian.

Tanah tersebut terletak di Desa Cipayungjaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor (sekarang Kelurahan Cipayungjaya, Kecamatan Cipayung, Kota Depok), Jawa Barat, sesuai Surat Keputusan Kepala Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat Nomor 960/HGB/KWBPN/1997 tanggal 29 Oktober 1997 tercatat atas nama PT Tjitajam, dengan perjanjian penyelesaian pinjaman tanggal 11 Desember 1998.

Satgas menyebutkan aset tersebut merupakan Barang Jaminan Diambil Alih (BJDA) eks PT Bank Central Dagang/eks debitur PT Mitra Unggul Bina Nusa dan diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban PT Bank Central Dagang oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Aset tersebut juga telah tercatat sebagai aset milik negara dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Transaksi Khusus, yang saat ini dikelola Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).