Kemkominfo-Siberkreasi gelar edukasi literasi digital warga Banyuwangi
19 Juni 2023 17:18 WIB
Kemkominfo bersama Siberkreasi menyelenggarakan dua kegiatan literasi digital kepada masyarakat yang terdiri atas pelajar, mahasiswa, konten kreator lokal di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Banyuwangi, Jawa Timur, Juni 2023. ANTARA/HO.
Depok (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) bersama Siberkreasi menyelenggarakan dua kegiatan literasi digital kepada masyarakat, yang terdiri atas pelajar, mahasiswa, konten kreator lokal di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Pegiat Literasi Digital dari Klinik Digital Vokasi Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati dalam keterangan di Depok, Jabar, Senin menjelaskan kegiatan literasi ini digelar di Kookon dan Aston Banyuwangi dalam dua workshop.
Ia menjelaskan yang pertama adalah Komunitas Kreasi Digital yang menghadirkan pembicara Edho Zell, Devie Rahmawati, Achmad Rizki Fauzi.
Sedangkan workshop kedua bertajuk “Ruang Digital, Ruangnya Warga Belajar”, dengan narasumber dari Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Rohadin Hidayatullah dan Devie Rahmawati dari Klinik Digital/Vokasi UI. Kedua kegiatan dihadiri kurang lebih 250 peserta.
"Hidup di ruang digital tidak cukup hanya menguasai keterampilan digital, tetapi juga membutuhkan etika, budaya dan keamanan digital. Keempat pilar literasi digital ini menjadi sesuatu yang perlu disosialisasikan mengingat penduduk dunia mendadak digital akibat pandemi 2020," kata Devie Rahmawati.
Menurut dia masyarakat maju seperti di Amerika Serikat saja, masyarakat dan pemerintahnya harus menghadapi "bencana digital" berupa hoaks, perselisihan sosial, kerugian kejahatan ekonomi digital, hingga aksi penyerangan dan pembunuhan di dunia nyata, yang didorong kekerasan yang bertebaran di ruang digital.
Karena itu, kata dia, perlu upaya untuk memastikan kehidupan yang nyaman dan aman di ruang digital.
Dalam kaitan itu, maka masyarakat perlu menjaga diri dari budaya digital yang tidak sehat yaitu budaya kepalsuan dan miskin, tidak membumi, tanpa privasi, bising dalam sepi, lemah hati (baper), tinggi hati (pamer), haus apresiasi, dan sensasi kontroversi.
"Kedelapan budaya toksik ini bukan hanya menjangkiti netizen Indonesia, tetapi juga universe digital dunia," tambah pengabdi masyarakat dari Vokasi Universitas Indonesia itu.
"Dampak dari budaya negatif di ruang digital tidak main-main, generasi digitak ini divonis oleh para ahli dunia sebagai generasi yang paling boros atau bokek bahkan menjadi manusia-manusia yang paling stress yang pernah hidup di planet bumi," demikian Devie Rahmawati.
Baca juga: Kemkominfo gandeng perguruan tinggi wujudkan masyarakat cakap digital
Baca juga: #Siberkreasi ajak warganet sebarkan konten positif
Baca juga: Rendahnya literasi sebabkan hoaks bisa menjadi pemecah belah bangsa
Baca juga: Hoaks pengaruhi ketahanan digital nasional
Pegiat Literasi Digital dari Klinik Digital Vokasi Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati dalam keterangan di Depok, Jabar, Senin menjelaskan kegiatan literasi ini digelar di Kookon dan Aston Banyuwangi dalam dua workshop.
Ia menjelaskan yang pertama adalah Komunitas Kreasi Digital yang menghadirkan pembicara Edho Zell, Devie Rahmawati, Achmad Rizki Fauzi.
Sedangkan workshop kedua bertajuk “Ruang Digital, Ruangnya Warga Belajar”, dengan narasumber dari Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Rohadin Hidayatullah dan Devie Rahmawati dari Klinik Digital/Vokasi UI. Kedua kegiatan dihadiri kurang lebih 250 peserta.
"Hidup di ruang digital tidak cukup hanya menguasai keterampilan digital, tetapi juga membutuhkan etika, budaya dan keamanan digital. Keempat pilar literasi digital ini menjadi sesuatu yang perlu disosialisasikan mengingat penduduk dunia mendadak digital akibat pandemi 2020," kata Devie Rahmawati.
Menurut dia masyarakat maju seperti di Amerika Serikat saja, masyarakat dan pemerintahnya harus menghadapi "bencana digital" berupa hoaks, perselisihan sosial, kerugian kejahatan ekonomi digital, hingga aksi penyerangan dan pembunuhan di dunia nyata, yang didorong kekerasan yang bertebaran di ruang digital.
Karena itu, kata dia, perlu upaya untuk memastikan kehidupan yang nyaman dan aman di ruang digital.
Dalam kaitan itu, maka masyarakat perlu menjaga diri dari budaya digital yang tidak sehat yaitu budaya kepalsuan dan miskin, tidak membumi, tanpa privasi, bising dalam sepi, lemah hati (baper), tinggi hati (pamer), haus apresiasi, dan sensasi kontroversi.
"Kedelapan budaya toksik ini bukan hanya menjangkiti netizen Indonesia, tetapi juga universe digital dunia," tambah pengabdi masyarakat dari Vokasi Universitas Indonesia itu.
"Dampak dari budaya negatif di ruang digital tidak main-main, generasi digitak ini divonis oleh para ahli dunia sebagai generasi yang paling boros atau bokek bahkan menjadi manusia-manusia yang paling stress yang pernah hidup di planet bumi," demikian Devie Rahmawati.
Baca juga: Kemkominfo gandeng perguruan tinggi wujudkan masyarakat cakap digital
Baca juga: #Siberkreasi ajak warganet sebarkan konten positif
Baca juga: Rendahnya literasi sebabkan hoaks bisa menjadi pemecah belah bangsa
Baca juga: Hoaks pengaruhi ketahanan digital nasional
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023
Tags: