Susu anak sekolah kurangi ketergantungan industri
21 Februari 2013 16:24 WIB
Seorang pekerja memerah susu dari seekor sapi di tempat produksi susu sapi kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (14/9). Pemerintah menargetkan kenaikan populasi sapi perah dari sekitar 500.000 ekor menjadi dua juta ekor sapi guna memenuhi kebutuhan industri susu nasional yang saat ini dinilai masih sangat minim. (ANTARA/Ismar Patrizki)
Jakarta (ANTARA News) - Dewan Persusuan Nasional (DPN) menyatakan program susu untuk anak sekolah akan mengurangi ketergantungan pemasaran susu segar ke industri pengolahan susu (IPS).
"Saat ini, sekitar 95 persen produksi susu segar lokal disalurkan untuk industri pengolahan susu," kata Ketua Dewan Persusuan Nasional (DPN) Teguh Boediyana di Kantor Kementerian Perindustrian, di Jakarta, Kamis.
Di sisi lain, menurut Teguh, harga yang ditetapkan dinilai sangat rendah sehingga tidak sesuai dengan biaya produksi yang terus naik.
"Total produksi susu tahunan yang mencapai sekitar 1.800 ton per tahun dinilai hanya memenuhi sekitar 20 persen dari total kebutuhan susu nasional. Tahun 2020, kalau tidak ada pembangunan progresif untuk tingkatkan susu lokal, kontribusi susu lokal nasional hanya sekitar 10 persen dari kebutuhan nasional," ujarnya.
Selain itu, program susu untuk anak sekolah dinilai sebagai upaya konkret guna menyiapkan generasi muda bangsa. Indonesia, kata Teguh, bisa mencontoh Thailand yang mengucurkan dana sekitar 400 juta dolar AS untuk program susu anak sekolah.
"Paling tidak, setiap hari ada sekitar delapan juta anak sekolah di sana yang bisa minum susu. Di Indonesia, anak-anak sekolah yang miskin itu banyak. Kenapa pemerintah tidak mengeluarkan anggaran yang cuma sedikit?" katanya.
Meski memiliki potensi yang besar, menurut dia, perlu ada koordinasi khusus untuk meningkatkan produksi susu segar nasional agar kelak Indonesia tidak menjadi pengimpor murni (net importer).
"Meski konsumsi susu cuma 10--11 liter per kapita per tahun, kita masih harus impor hingga 75 persen atau sekitar 700 juta dolar AS setiap tahun. Jadi, tidak cukup," katanya.
(A062)
"Saat ini, sekitar 95 persen produksi susu segar lokal disalurkan untuk industri pengolahan susu," kata Ketua Dewan Persusuan Nasional (DPN) Teguh Boediyana di Kantor Kementerian Perindustrian, di Jakarta, Kamis.
Di sisi lain, menurut Teguh, harga yang ditetapkan dinilai sangat rendah sehingga tidak sesuai dengan biaya produksi yang terus naik.
"Total produksi susu tahunan yang mencapai sekitar 1.800 ton per tahun dinilai hanya memenuhi sekitar 20 persen dari total kebutuhan susu nasional. Tahun 2020, kalau tidak ada pembangunan progresif untuk tingkatkan susu lokal, kontribusi susu lokal nasional hanya sekitar 10 persen dari kebutuhan nasional," ujarnya.
Selain itu, program susu untuk anak sekolah dinilai sebagai upaya konkret guna menyiapkan generasi muda bangsa. Indonesia, kata Teguh, bisa mencontoh Thailand yang mengucurkan dana sekitar 400 juta dolar AS untuk program susu anak sekolah.
"Paling tidak, setiap hari ada sekitar delapan juta anak sekolah di sana yang bisa minum susu. Di Indonesia, anak-anak sekolah yang miskin itu banyak. Kenapa pemerintah tidak mengeluarkan anggaran yang cuma sedikit?" katanya.
Meski memiliki potensi yang besar, menurut dia, perlu ada koordinasi khusus untuk meningkatkan produksi susu segar nasional agar kelak Indonesia tidak menjadi pengimpor murni (net importer).
"Meski konsumsi susu cuma 10--11 liter per kapita per tahun, kita masih harus impor hingga 75 persen atau sekitar 700 juta dolar AS setiap tahun. Jadi, tidak cukup," katanya.
(A062)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013
Tags: