Batam (ANTARA News) - Pulau Pelampung salah satu pulau terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), terus mengalami abrasi hingga tanah menjadi longsor, akibat pembangunan pemecah gelombang yang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU).

Kepala Satuan Pelaksana Jaringan Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Wilayah Sumatera VI, Bakti mengatakan abrasi merupakan dampak adaptasi pemasangan pemecah gelombang.

"Adapasi tiap pulau berbeda. Sebenarnya kami menghindari proses adaptasi yang mengganggu warga," kata dia.

KemenPU akan segera mempelajari adaptasi abrasi dan menerapkan pembangunan agar proses itu tidak mengganggu warga.KemenPU membangun pemecah ombak yang terbuat dari tumpukan pasir dibalut kantong khusus.

Menurut Bakti, selain untuk memecah ombak, diharapkan tumpukan pasir itu dapat menahan pasir dan tanah yang terbawa ombak agar tidak kembali ke laut. Pasir yang terbawa air dari laut diharapkan dapat tertahan tumpukan pasir pemecah ombak saat gelombang tiba. Sehingga pasir menumpuk dan terbentuk daratan baru.

Kementerian PU menganggarkan Rp14 miliar pembangunan pemecah ombak yang dipasang diempat sudut pantai Pulau Pelampung.

Sementara itu di tempat terpisah warga Pulau Pelampung, Muhammad Sait (60) mengatakan sejak pemecah gelombang dibangun, pasir terbawa ombak terus sehingga air masuk ke dalam, terutama saat musim angin barat.

Pasir pantai tergerus saat ombak pasang. Pasir yang mengendap di bagian bawah tanah terus tergerus, hingga yang diatasnya longsor. Beberapa pohon kelapa yang berdiri diatas lahan itu pun ikut tumbang. Abrasi hingga longsor terjadi sejak pemasangan pemecah gelombang yang didirikan sekitar 10 meter dari bibir pantai.

Pulau Pelampung merupakan satu dari empat pulau terluar di Kota Batam. Pulau berpasir granit itu dihuni tiga kepala keluarga nelayan yang hidup dari mencari ikan di sekitar perbatasan.

(ANT)