Palangkaraya, Kalimantan Tengah (ANTARA News) - RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat tengah diperjuangkan menjadi UU. "Salah satu pendukung menuju ke sana adalah basis data wilayah adat berbasis data geospasial, ini yang juga sedang kami wujudkan," kata Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan, di Palangkaraya, Rabu.




Di sela Rapat Kerja Nasional Ketiga AMAN, dia menyatakan, definisi wilayah adat secara formal menurut negara berbeda dengan pengertian di antara kalangan masyarakat adat yang berlaku selama ini. "Pengertian ini harus dipadukan, jangan sampai tereduksi sehingga dalam usulan rancangan RUU itu, kami memakai istilah masyarakat adat, bukan ulayat," katanya.




PB AMAN telah mengulas RUU ini kepada beberapa fraksi DPR, di antaranya Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Hanura, dan Fraksi Demokrat. Naskah rancangan RUU ini kemudian dibahas kembali bersama-sama sebelum diserahkan kepada Badan Legislasi DPR, mengingat RUU ini termasuk Program Legislasi Nasional 2009-2014.




Data geospasial ini, katanya, menjadi satu keperluan untuk secara pasti menentukan luasan, lokasi, dan batas pasti wilayah adat tertentu. Secara tradisional, masyarakat adat terkadang memakai batas alam untuk menentukan wilayah adatnya.




Dengan berbasis data geospasial maka batas-batas pasti itu bisa ditentukan dan sah. Menurut Nababan, penentuan batas wilayah adat ini sedang dikerjakan dewan-dewan pimpinan wilayah AMAN di beberapa provinsi.




"Bersama dengan petugas terkait, mereka turut membantu menentukan hal ini untuk kemudian dicatatkan kepada Badan Informasi Geospasial. Nanti akan ditentukan peta terpadu," katanya.




Tahun lalu, PB AMAN telah menandatangani nota kesepahaman tentang pembuatan peta terpadu yang melibatkan komunitas adat ini dengan Badan Pertanahan Nasional. Hal ini telah didiseminasikan kepada petugas-petugas di tiap provinsi walau pelaksanaan di lapangan masih sering berhadapan dengan proses birokrasi tertentu. (*)