Wamenkumham RI sosialiasikan UU KUHP Pidana kepada mahasiswa Untan
16 Juni 2023 15:41 WIB
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Kalimantan Barat menyelenggarakan acara Kumham Goes To Campus 2023 terkait KUHP baru, yang dihadiri oleh Gubernur Kalbar H. Sutarmidji, S.H., M.Hum., Rektor Universitas Tanjungpura Prof. Dr. Garuda Wiko, S.H., M.Si., dan peserta lainnya, di Gedung Konferensi Universitas Tanjungpura Pontianak (ANTARA FOTO/Rendra Oxtora)
Pontianak (ANTARA) - Wakil Menteri Kementerian Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, mensosialisasikan Undang-Undang KUHP Pidana kepada masyarakat khususnya kalangan mahasiswa di Kalimantan Barat.
"Dalam KUHP yang lama terdapat sejumlah pasal yang dinilai diskriminasi terhadap golongan masyarakat dan dalam KUHP lama lebih pada orientasi hukum ke arah balas dendam," kata Edward di hadapan ratusan mahasiswa di Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Jumat.
Dia menjelaskan, visi dan misi dalam KUHP yang baru tidaklah berorientasi pada hukum Pidana Klasik yakni Hukum Pidana sebagai sarana balas dendam. KUHP Nasional akan berorientasi pada hukum Pidana Modern yakni keadilan korektif, keadilan restoratif dan keadilan rehabilitasi.
"Sehingga kita akan mengubah pola fikir aparat penegak hukum, keadilan Korektif ditujukan kepada pelaku, artinya apa harus ada sanksi yang diberikan kepada pelaku sebagai tindakan koreksi bahwa perbuatannya salah, namun pengertian sanksi di KUHP Nasional tidak hanya penjara, namun juga tindakan," tuturnya.
Di tempat yang sama, Gubernur Kalbar, Sutarmidji mengapresiasi atas adanya KUHP baru tahun 2023, karena bukan merupakan hal yang mudah untuk mewujudkan lahirnya Peraturan Perundang-Undangan KUHP baru menggantikan Peraturan lama yang sudah menjadi pedoman dalam pelaksanaan penanganan perkara Hukum Pidana di Indonesia.
"Kita harus berbangga, setelah lebih dari 70 tahun bahkan lebih dari itu, kita menggunakan produk Belanda dalam sistem hukum kita. Tahun ini kita sudah punya KUHP hasil anak bangsa sendiri. Dan tentunya sudah menyesuaikan dengan sumber hukum kita. Yaitu Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Eropa," kata Sutarmidji.
Menurutnya, KUHP produk Belanda yang sebenarnya mengandung unsur pembagian golongan yang dapat merugikan masyarakat Indonesia dengan isi kandungan yang ada pada pasal pasal KUHP lama. Banyak keistimewaan pada produk hukum buatan Belanda demi keberlangsungan beberapa kepentingan, dimana perlakuan yang tidak sama dimata hukum sebagai pembuat dan perumus aturan yang ada.
Untuk itu, Sutarmidji berharap dengan adanya KUHP yang baru, semua berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan hukum pidana yang berlaku. Jika terjadi kekurangan atas produk hukum yang baru ini agar dapat dilakukan penyempurnaan oleh lembaga-lembaga khusus dalam perumusan KUHP.
"Kita harap semua bisa berjalan dengan baik, kalau masih ada kekurangan pasti akan ada penyempurnaan. Karna lembaga lembaga yang khusus untuk itu sudah ada, kalau perlu seluruh produk hukum peninggalan penjajah itu diganti," katanya.
Dirinya juga menghimbau kepada masyarakat Indonesia terkhusus masyarakat Kalimantan Barat, untuk memahami isi dari KUHP baru dan tidak sembarang menilai dan berkomentar lebih sebelum memahami isi kandungan yang ada.
"Kita berbangga bahwa kita sudah bisa melahirkan KUHP, tidak gampang membuat suatu undang-undang. Bijak dalam memberikan penilaian, jangan serampangan," katanya.
"Dalam KUHP yang lama terdapat sejumlah pasal yang dinilai diskriminasi terhadap golongan masyarakat dan dalam KUHP lama lebih pada orientasi hukum ke arah balas dendam," kata Edward di hadapan ratusan mahasiswa di Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Jumat.
Dia menjelaskan, visi dan misi dalam KUHP yang baru tidaklah berorientasi pada hukum Pidana Klasik yakni Hukum Pidana sebagai sarana balas dendam. KUHP Nasional akan berorientasi pada hukum Pidana Modern yakni keadilan korektif, keadilan restoratif dan keadilan rehabilitasi.
"Sehingga kita akan mengubah pola fikir aparat penegak hukum, keadilan Korektif ditujukan kepada pelaku, artinya apa harus ada sanksi yang diberikan kepada pelaku sebagai tindakan koreksi bahwa perbuatannya salah, namun pengertian sanksi di KUHP Nasional tidak hanya penjara, namun juga tindakan," tuturnya.
Di tempat yang sama, Gubernur Kalbar, Sutarmidji mengapresiasi atas adanya KUHP baru tahun 2023, karena bukan merupakan hal yang mudah untuk mewujudkan lahirnya Peraturan Perundang-Undangan KUHP baru menggantikan Peraturan lama yang sudah menjadi pedoman dalam pelaksanaan penanganan perkara Hukum Pidana di Indonesia.
"Kita harus berbangga, setelah lebih dari 70 tahun bahkan lebih dari itu, kita menggunakan produk Belanda dalam sistem hukum kita. Tahun ini kita sudah punya KUHP hasil anak bangsa sendiri. Dan tentunya sudah menyesuaikan dengan sumber hukum kita. Yaitu Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Eropa," kata Sutarmidji.
Menurutnya, KUHP produk Belanda yang sebenarnya mengandung unsur pembagian golongan yang dapat merugikan masyarakat Indonesia dengan isi kandungan yang ada pada pasal pasal KUHP lama. Banyak keistimewaan pada produk hukum buatan Belanda demi keberlangsungan beberapa kepentingan, dimana perlakuan yang tidak sama dimata hukum sebagai pembuat dan perumus aturan yang ada.
Untuk itu, Sutarmidji berharap dengan adanya KUHP yang baru, semua berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan hukum pidana yang berlaku. Jika terjadi kekurangan atas produk hukum yang baru ini agar dapat dilakukan penyempurnaan oleh lembaga-lembaga khusus dalam perumusan KUHP.
"Kita harap semua bisa berjalan dengan baik, kalau masih ada kekurangan pasti akan ada penyempurnaan. Karna lembaga lembaga yang khusus untuk itu sudah ada, kalau perlu seluruh produk hukum peninggalan penjajah itu diganti," katanya.
Dirinya juga menghimbau kepada masyarakat Indonesia terkhusus masyarakat Kalimantan Barat, untuk memahami isi dari KUHP baru dan tidak sembarang menilai dan berkomentar lebih sebelum memahami isi kandungan yang ada.
"Kita berbangga bahwa kita sudah bisa melahirkan KUHP, tidak gampang membuat suatu undang-undang. Bijak dalam memberikan penilaian, jangan serampangan," katanya.
Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023
Tags: