Beijing (ANTARA) - Hu Yongwei, seorang warga Beijing, memborong lebih dari selusin unit apartemen di sebuah kota kecil Hebi di China tengah dengan harga total 31.000 dolar AS (Rp462,1 juta), dengan keyakinan investasi tersebut lebih menguntungkan dibanding bentuk lain.

Hu, yang membeli sebagian unit apartemen dengan dua atau tiga kamar yang dibangun sekitar tiga dekade lalu, bulan ini mengeluarkan lagi 2.528 dolar AS (Rp37,6 juta) untuk mendapatkan unit apartemen ke-15 miliknya di Hebi, di mana harga properti meluncur tajam dalam dua tahun terakhir.

"Apartemen dijual sangat murah, seperti kacang goreng," kata pria berusia 39 tahun itu.

Hu mengungkapkan bahwa keluarganya pernah merugi saat berbisnis saham.

Beberapa agen perumahan mengatakan, apartemen murah di kota-kota kecil di China, seperti Huainan dan Rushan di timur dan Gejiu di barat daya, sebagian besar dibeli oleh mereka yang berdomisili di luar kota tersebut.

Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa pembeli mulai mengalihkan perhatian mereka ke kota-kota lebih kecil di China, di mana harga properti diobral sangat murah setelah bertahun-tahun terjadi kemerosotan ekonomi.

Meski penjualan apartemen di kota-kota kecil tersebut tidak menimbulkan dampak signifikan dalam pasar properti China secara nasional serta data volume transaksi terkait hal itu tidak tersedia, tetapi setidaknya fenomena tersebut menunjukkan bahwa bagian kecil dari sektor yang terimbas krisis ekonomi tersebut, kini mulai menggeliat.

Tingginya minat untuk mendapatkan apartemen murah di kota kecil tersebut terjadi saat pasar properti di China berada dalam kondisi menurun tajam. Harga rumah baru hanya sedikit bergerak naik selama Mei dan investasi properti secara keseluruhan jatuh ke titik terendah dalam lebih dari dua dekade.

Bagi para pembeli yang ingin berinvestasi, harga apartemen bekas dengan harga yang mencapai titik terendah di kota-kota kecil adalah godaan yang sungguh sulit untuk ditolak.

Harga tersebut terasa tidak masuk akal. Sebagai contoh, Hu hanya perlu mengeluarkan 1.000 yuan (setara Rp2 juta) di luar pajak dan biaya lainnya untuk salah satu apartemen di Hebi.

Menurut data dari Anjuke, salah satu platform real estat terbesar di China, harga tersebut 27 persen lebih murah dibandingkan dengan puncak tertinggi pada 2021 di beberapa kawasan di kota tersebut.

Sebagai perbandingan, harga di Beijing sebagai kawasan kategori utama, di mana rata-rata harga apartemen bekas bisa mencapai belasan ribu yuan, sampai Mei 2023 hanya turun sebesar 1,5 persen dalam enam tahun terakhir.

Sementara di kota untuk kategori kedua Chongqing, terjadi penurunan harga lebih dari 10 persen dalam lima tahun terakhir.
Baca juga: Investasi properti China naik 3,7 persen pada Januari-Februari 2022

Pembeli bukan orang lokal

Menurut agen perumahan, sebagian besar pembeli di kota-kota kecil adalah warga di luar kota tersebut. Rata-rata dari mereka adalah spekulan yang sebenarnya tidak berniat mendiami apartemen tersebut, anak muda yang mencari tempat tinggal murah, atau mereka yang mencari tempat tinggal murah di masa pensiun.

"Di Huainan, sebagian besar pembeli bukan orang lokal," kata Zhao, seorang agen yang hanya bersedia memberi nama depan karena tidak berwenang berbicara kepada media.

"Berhubung biaya hidup yang tinggi di kota besar, banyak kaum muda yang datang ke sini membeli rumah murah," katanya, menambahkan.

Di Rushan, agen Liu Yong mengatakan bahwa sebagian besar pembeli berasal dari berbagai kota di seluruh penjuru China, berusia antara 40 sampai 50 tahun, serta ingin mencari tempat tinggal di pinggir pantai saat pensiun.

Sementara seorang agen di Geiju mengatakan, pembeli memang berniat pindah ke kota tersebut karena biaya hidup yang lebih rendah.

Meski demikian, pengamat merasa enggan untuk menyimpulkan kalau tingginya minat beli rumah di kota-kota kecil tersebut sebagai cerminan semakin berkembangnya perekonomian di China setelah sebelumnya terpuruk akibat pembatasan COVID-19.

Secara umum, sentimen para konsumen masih tetap rendah dalam dua dekade terakhir. Permintaan domestik tetap lemah dan konsumen dan perusahaan lebih memilih membayar utang.

Sementara tingkat pengangguran kaum muda juga mencapai rekor tertinggi, yaitu di atas 20 persen.

"Faktanya, banyak yang membeli apartemen mudah di kota-kota kecil itu sebagai bentuk kewaspadaan. Orang tidak merasa yakin dengan pendapatan mereka di masa datang," kata Nie Wen, pengamat ekonomi dari Hwabao Trust.

Baca juga: China realisasikan pendaftaran terpadu atas harta tak bergerak

Sumber: Reuters