Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi IX DPR RI dr. Ribka Tjiptaning menilai upaya pemerataan dokter di Indonesia saat ini dipersulit oleh sistem yang dibentuk oleh pemerintah.
Ribka mengatakan sarjana kedokteran harus menempuh sejumlah ujian kompetensi yang memerlukan biaya cukup besar demi bisa mendapatkan lisensi melakukan praktik. Akibatnya, Indonesia mengalami kekurangan dokter untuk bisa ditempatkan di pelosok.
"Tidak meratanya dokter di Indonesia, jangan menyalahkan dokternya. Dalam hal ini pemerintah yang salah, karena sistem yang ada dibiarkan mempersulit orang menjadi seorang dokter," kata Ribka saat dihubungi dari Jakarta, Senin.
Dia mengatakan seorang mahasiswa kedokteran harus bersusah payah mengeluarkan biaya hingga ratusan juta rupiah demi bisa menyelesaikan pendidikannya.
Di sisi lain kata dia, setelah lulus dari fakultas kedokteran, para sarjana kedokteran masih harus melampaui berbagai ujian tertulis demi mengukuhkan diri sebagai dokter yang memiliki kompetensi dan berhak melakukan praktik.
"Jadi ukuran kompetensi itu hanya dari lembaran-lembaran kertas saja. Padahal kompetensi dokter itu terukur dengan seringnya mereka menangani pasien, bukan dari lembaran kertas yang juga memakan biaya besar," kata Ribka.
Dia menegaskan sebaiknya Departemen Kesehatan menyelesaikan terlebih dulu persoalan sistem yang mempersulit sarjana kedokteran dalam menyandang gelarnya. Baru setelahnya berbicara masalah pemerataan dokter di Indonesia.
"Kalau perlu bubarkan saja yang namanya Konsil Kedokteran, mereka yang melakukan ujian kompetensi dokter Indonesia atau UKDI, buat apa itu semua. Buktinya kalau ada bencana dokter-dokter yang masih lulusan sarjana diperbolehkan bahkan diminta pemerintah berangkat menangani korban bencana," ujar dia.
Ribka menilai ada inkonsistensi dari pemerintah, di satu sisi mempersulit sarjana kedokteran, namun di sisi lain kewalahan dalam melakukan pemerataan dokter di Indonesia.
Dia mengusulkan sebaiknya para sarjana lulusan fakultas kedokteran langsung diberikan kesempatan bekerja di puskesmas atau rumah sakit kelas tiga, untuk mengabdikan jasanya di sana, namun tetap dalam pengawasan pemerintah.
"Menurut saya pemerintah seharusnya menempatkan sarjana-sarjana itu di puskesmas atau rumah sakit kelas tiga, dengan pengawasan. Pemerintah kan bertugas mengawasi," kata dia.
Ribka mengatakan kurang yakin program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dapat terlaksana dengan baik pada 2014, apabila pemerintah masih mempersulit proses sarjana kedokteran dalam melakukan praktik.
(ANTARA)
Pemerataan dokter dipersulit sistem
18 Februari 2013 17:58 WIB
Ribka Tjiptaning (ANTARA/HO/ip)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013
Tags: