CIPS nilai regulasi bersama bisa perkuat transformasi ekonomi digital
14 Juni 2023 22:40 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mencoba melakukan transaksi pembayaran secara digital menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) Cross Border saat kegiatan Pasar Seni Ubud Go Digital dan SIAP QRIS di Gianyar, Bali, Sabtu (3/6/2023). Digitalisasi pembayaran di Pasar Seni Ubud itu dilakukan sebagai upaya untuk mendorong kemudahan transaksi secara non-tunai yang praktis, sehat dan aman dengan menggunakan QRIS sekaligus guna mendukung pemulihan ekonomi nasional. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nym.
Jakarta (ANTARA) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai regulasi bersama (co-regulation) dengan melibatkan semua pihak melalui pembagian peran dan tanggung jawab dalam perumusan dan implementasi kebijakan dapat memperkuat transformasi ekonomi digital Indonesia yang berkelanjutan.
"Pendekatan co-regulation untuk ekonomi digital dapat memastikan tersedianya data dan pengetahuan yang diperlukan negara dari lintas sektor, menciptakan mekanisme dialog dan memungkinkan adaptasi fleksibel dalam ekonomi digital yang cepat berubah seiring perkembangan inovasi,” ujar Media Relations Manager CIPS Vera Ismainy dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Co-regulation memberikan wewenang kepada pihak-pihak non pemerintah yang terlibat untuk membuat peraturan sesuai dengan kewenangannya. Namun implementasinya tetap di bawah pengawasan pemerintah, sehingga membedakannya dari public private dialogue yang hanya sebatas dialog melibatkan semua pihak.
Ia menjelaskan regulasi bersama membutuhkan komitmen pada sebuah kerangka peraturan yang jelas dan holistik, yang melibatkan ragam pemangku kepentingan dalam memformulasinya agar menghindari tumpang tindih maupun ketidakjelasan arah pembangunan ekonomi digital.
Selain pembagian tanggung jawab antara publik dan swasta secara formal, para pelaku bisnis dan asosiasi juga perlu dilibatkan dalam implementasi regulasi untuk membantu memastikan regulasi tetap dapat ditegakkan tanpa menghambat proses inovasi.
Baca juga: Peneliti nilai kenaikan harga beras tak serta merta untungkan petani
Baca juga: CIPS: Perkembangan ekonomi digital RI perlu dukungan kerjasama kawasan
Penggunaan regulatory sandbox merupakan contoh praktis dan positif dari proses semacam itu. Proses ini memberikan ruang bagi pembuat kebijakan dan pelaku bisnis untuk terlibat dalam proses penemuan ide dan eksperimen dalam kerangka peraturan atau hukum yang bersifat sementara sekaligus fleksibel.
Pemantauan dan evaluasi, menurut Vera, diperlukan untuk meninjau secara berkala proses regulasi bersama dan memastikan bahwa semua pelajaran yang didapat terekam dan transparan. Diperlukan pula jaminan keamanan ekosistem digital bagi pengguna.
Penelitian CIPS tahun 2021 menunjukkan, pemerintah dapat fokus pada empat bidang kebijakan ekonomi digital, yaitu perlindungan konsumen, privasi data, keamanan siber dan pembayaran elektronik, untuk memastikan inklusivitasnya.
Ia pun berpendapat kerangka peraturan perlindungan konsumen yang ada belum dapat mengakomodir model bisnis yang muncul, malah sebaliknya menghambat bisnis, misalnya dengan adanya persyaratan perizinan bagi penjual daring.
Oleh karenanya, Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen, kata dia, perlu ditinjau kembali, khususnya yang terkait transaksi digital dan hak masyarakat di era digital.
Baca juga: CIPS nilai harmonisasi kebijakan modal hadapi ketidakpastian global
Baca juga: CIPS: Inovasi sistem pembayaran digital tingkatkan inklusi keuangan
"Pendekatan co-regulation untuk ekonomi digital dapat memastikan tersedianya data dan pengetahuan yang diperlukan negara dari lintas sektor, menciptakan mekanisme dialog dan memungkinkan adaptasi fleksibel dalam ekonomi digital yang cepat berubah seiring perkembangan inovasi,” ujar Media Relations Manager CIPS Vera Ismainy dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Co-regulation memberikan wewenang kepada pihak-pihak non pemerintah yang terlibat untuk membuat peraturan sesuai dengan kewenangannya. Namun implementasinya tetap di bawah pengawasan pemerintah, sehingga membedakannya dari public private dialogue yang hanya sebatas dialog melibatkan semua pihak.
Ia menjelaskan regulasi bersama membutuhkan komitmen pada sebuah kerangka peraturan yang jelas dan holistik, yang melibatkan ragam pemangku kepentingan dalam memformulasinya agar menghindari tumpang tindih maupun ketidakjelasan arah pembangunan ekonomi digital.
Selain pembagian tanggung jawab antara publik dan swasta secara formal, para pelaku bisnis dan asosiasi juga perlu dilibatkan dalam implementasi regulasi untuk membantu memastikan regulasi tetap dapat ditegakkan tanpa menghambat proses inovasi.
Baca juga: Peneliti nilai kenaikan harga beras tak serta merta untungkan petani
Baca juga: CIPS: Perkembangan ekonomi digital RI perlu dukungan kerjasama kawasan
Penggunaan regulatory sandbox merupakan contoh praktis dan positif dari proses semacam itu. Proses ini memberikan ruang bagi pembuat kebijakan dan pelaku bisnis untuk terlibat dalam proses penemuan ide dan eksperimen dalam kerangka peraturan atau hukum yang bersifat sementara sekaligus fleksibel.
Pemantauan dan evaluasi, menurut Vera, diperlukan untuk meninjau secara berkala proses regulasi bersama dan memastikan bahwa semua pelajaran yang didapat terekam dan transparan. Diperlukan pula jaminan keamanan ekosistem digital bagi pengguna.
Penelitian CIPS tahun 2021 menunjukkan, pemerintah dapat fokus pada empat bidang kebijakan ekonomi digital, yaitu perlindungan konsumen, privasi data, keamanan siber dan pembayaran elektronik, untuk memastikan inklusivitasnya.
Ia pun berpendapat kerangka peraturan perlindungan konsumen yang ada belum dapat mengakomodir model bisnis yang muncul, malah sebaliknya menghambat bisnis, misalnya dengan adanya persyaratan perizinan bagi penjual daring.
Oleh karenanya, Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen, kata dia, perlu ditinjau kembali, khususnya yang terkait transaksi digital dan hak masyarakat di era digital.
Baca juga: CIPS nilai harmonisasi kebijakan modal hadapi ketidakpastian global
Baca juga: CIPS: Inovasi sistem pembayaran digital tingkatkan inklusi keuangan
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023
Tags: