AFPI sebut peluang penyaluran pembiayaan P2P Lending cukup besar
13 Juni 2023 22:53 WIB
Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah saat ditemui usaiacara Intimate Media Luncheon di Jakarta, Selasa (13/06/2023). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah menyebutkan peluang Peer-to-Peer (P2P) Lending dalam penyaluran pembiayaan ke depannya masih cukup besar.
"Semangat penyaluran pembiayaan P2P Lending masih tinggi karena dari sisi permintaan, kesenjangan kredit nasional masih lebar dan menjadi peluang," ujar pria yang akrab disapa Kus ini dalam acara Intimate Media Luncheon di Jakarta, Selasa.
Peluang tersebut salah satunya berasal dari kesenjangan kredit di Indonesia yang mencapai Rp1.650 triliun per tahun 2018. Kesenjangan tersebut berasal dari kebutuhan pembiayaan yang sebesar Rp2.650 triliun, namun industri jasa keuangan (IJK) konvensional hanya menopang Rp1.000 triliun.
Selain kesenjangan kredit, ia mengungkapkan terdapat peluang lainnya bagi P2P Lending untuk menyalurkan pembiayaan, seperti adanya 186 juta individu produktif dengan usia di atas 15 tahun di Indonesia, 46,6 juta UMKM yang belum memiliki akses kepada kredit, serta 132 juta individu yang belum memiliki akses kepada kredit.
Sejak tahun 2017 hingga April 2023, P2P Lending telah menyalurkan pembiayaan Rp601,41 triliun. Angka tersebut meliputi sebanyak Rp3 triliun pada tahun 2017, senilai Rp20 triliun pada 2018, Rp58 triliun pada 2019, Rp73 triliun pada 2020, Rp155 triliun pada 2021, Rp225 triliun pada 2022, dan Rp67,41 triliun pada 1 Januari hingga 30 April 2023.
Meski angkanya terus meningkat, Kus menyebutkan pertumbuhan penyaluran pembiayaan tersebut tercatat mulai menurun dari 567 persen dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) pada 2018 menjadi 190 persen (yoy) pada 2019, 25 persen (yoy) pada 2020, 112 persen (yoy) pada 2021, dan 45 persen (yoy) pada 2022.
Kemudian pada tahun 2023, diperkirakan terdapat pertumbuhan penyaluran pembiayaan sebesar 20 persen (yoy) menjadi Rp270 triliun.
"Perlambatan pertumbuhan ini yang harus kami waspadai dan cari tahu penyebabnya," ucap dia.
Ia mengatakan jika penyebab perlambatan pertumbuhan penyaluran pembiayaan P2P Lending merupakan kondisi makroekonomi seperti krisis, masih bisa dipahami dan diterima. Tetapi jika perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh manajemen risiko, kapasitas, maupun tata kelola yang kurang baik, maka harus diperbaiki.
Perbaikan tersebut harus dilakukan perusahaan P2P Lending agar tetap bisa memberi kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Semangat penyaluran pembiayaan P2P Lending masih tinggi karena dari sisi permintaan, kesenjangan kredit nasional masih lebar dan menjadi peluang," ujar pria yang akrab disapa Kus ini dalam acara Intimate Media Luncheon di Jakarta, Selasa.
Peluang tersebut salah satunya berasal dari kesenjangan kredit di Indonesia yang mencapai Rp1.650 triliun per tahun 2018. Kesenjangan tersebut berasal dari kebutuhan pembiayaan yang sebesar Rp2.650 triliun, namun industri jasa keuangan (IJK) konvensional hanya menopang Rp1.000 triliun.
Selain kesenjangan kredit, ia mengungkapkan terdapat peluang lainnya bagi P2P Lending untuk menyalurkan pembiayaan, seperti adanya 186 juta individu produktif dengan usia di atas 15 tahun di Indonesia, 46,6 juta UMKM yang belum memiliki akses kepada kredit, serta 132 juta individu yang belum memiliki akses kepada kredit.
Sejak tahun 2017 hingga April 2023, P2P Lending telah menyalurkan pembiayaan Rp601,41 triliun. Angka tersebut meliputi sebanyak Rp3 triliun pada tahun 2017, senilai Rp20 triliun pada 2018, Rp58 triliun pada 2019, Rp73 triliun pada 2020, Rp155 triliun pada 2021, Rp225 triliun pada 2022, dan Rp67,41 triliun pada 1 Januari hingga 30 April 2023.
Meski angkanya terus meningkat, Kus menyebutkan pertumbuhan penyaluran pembiayaan tersebut tercatat mulai menurun dari 567 persen dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) pada 2018 menjadi 190 persen (yoy) pada 2019, 25 persen (yoy) pada 2020, 112 persen (yoy) pada 2021, dan 45 persen (yoy) pada 2022.
Kemudian pada tahun 2023, diperkirakan terdapat pertumbuhan penyaluran pembiayaan sebesar 20 persen (yoy) menjadi Rp270 triliun.
"Perlambatan pertumbuhan ini yang harus kami waspadai dan cari tahu penyebabnya," ucap dia.
Ia mengatakan jika penyebab perlambatan pertumbuhan penyaluran pembiayaan P2P Lending merupakan kondisi makroekonomi seperti krisis, masih bisa dipahami dan diterima. Tetapi jika perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh manajemen risiko, kapasitas, maupun tata kelola yang kurang baik, maka harus diperbaiki.
Perbaikan tersebut harus dilakukan perusahaan P2P Lending agar tetap bisa memberi kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: