BPSPL Denpasar ajak pungut plastik di mangrove antisipasi kemarau
13 Juni 2023 17:23 WIB
Dua anak bermain layang-layang di wisata alam tracking mangrove kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Selasa (13/6/2023). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna.
Denpasar (ANTARA) - Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Bali, mengajak masyarakat memungut sampah plastik yang terperangkap di akar mangrove agar tidak mengganggu pasokan air laut saat musim kemarau.
“Sampah masuk di akar mangrove, banyak sampah itu akan mengganggu perkembangan mangrove,” kata Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso di Denpasar, Selasa.
Ada pun sesuai perkiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar, puncak musim kemarau di Bali pada Juli-Agustus 2023.
Dia menjelaskan mangrove dapat menyesuaikan musim kemarau dan musim hujan asalkan suplai air laut tetap terjaga.
Persoalannya, kata dia, sampah kerap muncul utamanya saat musim kemarau berlangsung.
Saat musim kemarau, lanjut dia, apabila dikaitkan dengan perubahan iklim, volume air laut akan bertambah dan memberi kehidupan kepada mangrove.
Namun, ketika air laut itu meninggi juga membawa dampak berupa sampah plastik baik yang berasal dari sungai dan dari laut
Begitu juga saat musim hujan, pohon bakau akan menjadi penyerap sedimen yang dibawa dari aliran sungai berupa lumpur dan tanah yang mendukung pertumbuhan mangrove.
Permasalahnnya, banyak sampah plastik juga terbawa dari sungai dan terjebak di akar mangrove.
“Yang jadi masalah ketika suplai air laut dibatasi entah karena mungkin terhalang pembangunan atau ada sesuatu sehingga air laut susah masuk,” ucapnya.
Di sisi lain ia pun mengapresiasi kelompok masyarakat pesisir yang secara sukarela melakukan bakti sosial membersihkan sampah plastik dan kegiatan itu perlu dukungan banyak pihak untuk kelangsungan mangrove.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas lahan mangrove di Provinsi Bali mencapai 2.143,97 hektare.
Dari luas tersebut, 19 hektare di antaranya termasuk kategori kerapatan jarang, serta masih terdapat habitat mangrove yang berpotensi dapat ditanami seluas 263 hektare.
Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki program Bulan Cinta Laut (BCL) untuk membersihkan sampah plastik di laut oleh nelayan sebagai bagian ekonomi biru.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Balai Pengelolaan Informasi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (BPISDKP) melalui laman KKP menyebutkan teknis pengumpulan dan penimbangan sampah.
Sampah plastik di kumpulkan di sekretariat kelompok usaha bersama (KUB) nelayan dan tim dari BPSPL mendata jumlah sampah serta pembayaran kompensasi dari Bank Sampah selaku pihak yang membeli.
BPISDKP mencatat kompensasi sampah plastik kresek bersih mencapai Rp3.500 per kilogram, plastik kemasan dihargai Rp25 per kilogram, aluminium Rp5.000 per kilogram, kaleng susu Rp1.000 per kilogram hingga minuman kaleng ringan Rp500 per kilogram.
Baca juga: KLHK bersama BRGM dan Freeport tanam kembali 2.000 ha mangrove Kaltim
Baca juga: Dishut Papua apresiasi Petronela Meraudje melindungi hutan Mangrove
Baca juga: Peneliti BRIN : Sampah plastik dominasi hutan mangrove Teluk Ambon
“Sampah masuk di akar mangrove, banyak sampah itu akan mengganggu perkembangan mangrove,” kata Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso di Denpasar, Selasa.
Ada pun sesuai perkiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar, puncak musim kemarau di Bali pada Juli-Agustus 2023.
Dia menjelaskan mangrove dapat menyesuaikan musim kemarau dan musim hujan asalkan suplai air laut tetap terjaga.
Persoalannya, kata dia, sampah kerap muncul utamanya saat musim kemarau berlangsung.
Saat musim kemarau, lanjut dia, apabila dikaitkan dengan perubahan iklim, volume air laut akan bertambah dan memberi kehidupan kepada mangrove.
Namun, ketika air laut itu meninggi juga membawa dampak berupa sampah plastik baik yang berasal dari sungai dan dari laut
Begitu juga saat musim hujan, pohon bakau akan menjadi penyerap sedimen yang dibawa dari aliran sungai berupa lumpur dan tanah yang mendukung pertumbuhan mangrove.
Permasalahnnya, banyak sampah plastik juga terbawa dari sungai dan terjebak di akar mangrove.
“Yang jadi masalah ketika suplai air laut dibatasi entah karena mungkin terhalang pembangunan atau ada sesuatu sehingga air laut susah masuk,” ucapnya.
Di sisi lain ia pun mengapresiasi kelompok masyarakat pesisir yang secara sukarela melakukan bakti sosial membersihkan sampah plastik dan kegiatan itu perlu dukungan banyak pihak untuk kelangsungan mangrove.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas lahan mangrove di Provinsi Bali mencapai 2.143,97 hektare.
Dari luas tersebut, 19 hektare di antaranya termasuk kategori kerapatan jarang, serta masih terdapat habitat mangrove yang berpotensi dapat ditanami seluas 263 hektare.
Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki program Bulan Cinta Laut (BCL) untuk membersihkan sampah plastik di laut oleh nelayan sebagai bagian ekonomi biru.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Balai Pengelolaan Informasi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (BPISDKP) melalui laman KKP menyebutkan teknis pengumpulan dan penimbangan sampah.
Sampah plastik di kumpulkan di sekretariat kelompok usaha bersama (KUB) nelayan dan tim dari BPSPL mendata jumlah sampah serta pembayaran kompensasi dari Bank Sampah selaku pihak yang membeli.
BPISDKP mencatat kompensasi sampah plastik kresek bersih mencapai Rp3.500 per kilogram, plastik kemasan dihargai Rp25 per kilogram, aluminium Rp5.000 per kilogram, kaleng susu Rp1.000 per kilogram hingga minuman kaleng ringan Rp500 per kilogram.
Baca juga: KLHK bersama BRGM dan Freeport tanam kembali 2.000 ha mangrove Kaltim
Baca juga: Dishut Papua apresiasi Petronela Meraudje melindungi hutan Mangrove
Baca juga: Peneliti BRIN : Sampah plastik dominasi hutan mangrove Teluk Ambon
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023
Tags: