"Kita saat ini sudah mulai berada pada awal musim kemarau di bulan Juni. Yang diwaspadai ada dua yakni karhutla dan kekeringan," katanya dalam diskusi disaster briefing yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Ia memaparkan data bahwa karhutla dalam 2-3 bulan terakhir sudah terjadi sebanyak 131 kali. Meskipun dampaknya belum meluas, ia berharap semua pihak di daerah bisa siap sehingga eskalasi karhutla tidak meluas.
"Grafik kejadian bencana sepekan selama 5-11 Juni 2023 tercatat ada 27 kejadian bencana, dimana tujuh diantaranya adalah karhutla, yang mulai mendominasi beberapa wilayah Sumatera, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan," ujar Abdul Muhari.
Baca juga: BNPB waspadai musim kemarau pada Juli hingga Agustus 2023
Meski curah hujan sudah tidak terlalu tinggi, kata dia, tetapi bisa membantu mengurangi dampak karhutla. "Misalnya ada karhutla di Karo, Sumatera Utara, begitu meluas, ada hujan, itu terbantu, sehingga upaya-upaya pemadaman cepat terbantu oleh faktor alam," kata Abdul Muhari.
Baca juga: BNPB waspadai daerah langganan karhutla hingga puncak kemarau
Ia juga mengingatkan pentingnya pencegahan agar tak terjadi karhutla parah seperti tahun 2015, dimana kerugian negara ditaksir mencapai Rp116 triliun oleh Bank Dunia.
"Karhutla secara umum akan meningkatkan emisi CO2, harus kita putus, dan melihat karhutla sebagai upaya sistematis, yang paling utama adalah pencegahan, jangan sampai ada api. Karena begitu apinya sudah menjalar akan sangat sulit memadamkan," katanya.
Baca juga: BNPB siapkan operasi darat hingga udara untuk cegah kebakaran hutan