Jakarta (ANTARA News) - Muliaman D Hadad, yang sekarang menjadi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, mengaku mendapatkan pertanyaan seputar perubahan peraturan Bank Indonesia saat ia diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Kamis.

Muliaman diperiksa terkait kasus korupsi pemberian dana talangan fasilitas kredit jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century.

"Salah satunya ditanya soal itu (perubahan PBI), iya pokoknya salah satunya ditanya soal perubahan-perubahan, memang ini menurut sepengatahuan saya ya," kata Muliaman D Hadad seusai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta pada pukul 14.15 WIB tadi.

Muliaman diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia yang membawahi masalah perbankan saat Peraturan Bank Indonesia No 10/26/PBI/2008 dikeluarkan tentang persyaratan pemberian FPJP dari semula dengan rasio kecukupan modal (CAR) 8 persen menjadi CAR positif.

"Hanya perubahan-perubahan itu saja yang baru didiskusikan, ini memang baru tahap awal," tambah Muliaman.

Ia hanya mengatakan ada banyak pertimbangan yang mendorong BI memutuskan perubahan tersebut. "Tidak ada perintah dari atasan," tambah Muliaman.

Atasan Muliaman saat itu adalah Gubernur Bank Indonesia Budiono yang saat ini menjadi Wakil Presiden.

KPK sudah menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka sejak 7 Desember 2012 dalam kasus ini.

Budi Mulya dikenakan pasal penyalahgunaan kewenangan dari pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 tentang perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar.

Sebelumnya disebutkan bahwa Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah dalam kasus ini tapi juru bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa status Siti Fajriyah adalah sebagai pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum.

Pemberian pinjaman ke Bank Century bermula saat bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas pada Oktober 2008. Manajemen Century mengirim surat kepada Bank Indonesia pada 30 Oktober 2008 untuk meminta fasilitas repo aset senilai Rp1 triliun.

Namun Bank Century tidak memenuhi syarat untuk mendapat FPJP karena masalah kesulitan likuiditas Century sudah mendasar akibat penarikan dana nasabah dalam jumlah besar secara terus-menerus.

Century juga tidak memenuhi kriteria karena rasio kecukupan modal (CAR) yang hanya 2,02 persen, padahal, sesuai dengan aturan Nomor 10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008, syarat untuk mendapat bantuan itu adalah CAR harus 8 persen.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan Bank Indonesia terhadap bank milik Robert Tantular tersebut karena diduga mengotak-atik peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP yaitu mengubah Peraturan Bank Indonesia No 10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula dengan CAR 8 persen menjadi CAR positif.

BPK menduga perubahan ini hanya rekayasa agar Century mendapat fasilitas pinjaman itu karena menurut data BI, posisi CAR bank umum per 30 September 2008 berada di atas 8 persen, yaitu berkisar 10,39 - 476,34 persen dan satu-satunya bank yang CAR-nya di bawah 8 persen hanya Century.

BI akhirnya menyetujui pemberian FPJP kepada Century sebesar Rp502,07 miliar karena CAR Century sudah memenuhi syarat PBI; belakangan BI bahkan memberi tambahan FPJP Rp187,32 miliar sehingga total FPJP yang diberikan BI kepada Century sebesar Rp 689 miliar.

Posisi CAR Century ternyata sudah negatif 3,53 bahkan sejak sebelum persetujuan FPJP artinya BPK menilai BI telah melanggar PBI No 10/30/PBI/2008 yang menyatakan bank yang dapat mengajukan FPJP adalah bank dengan CAR positif.

Selain itu jaminan FPJP Century hanya Rp467,99 miliar atau hanya 83 persen yang melanggar PBI No 10/30/PBI/2008 mengenai jaminan kredit.

Kucuran dana segar kepada Bank Century dilakukan secara bertahap, tahap pertama bank tersebut menerima Rp 2,7 triliun pada 23 November 2008. Tahap kedua, pada 5 Desember 2008 sebesar Rp 2,2 triliun, tahap ketiga pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,1 triliun dan tahap keempat pada 24 Juli 2009 sebesar Rp 630 miliar sehingga total dana talangan adalah mencapai Rp6,7 triliun.

(D017)