Lulusan S1 sampai S3 jurusan Syari'ah Universitas Islam Madinah (UIM) ini mengisi kajian di pintu (gate) 19, tidak jauh dari pintu utama masjid Nabawi.
Di saat musim haji, seperti sekarang ini, Ariful Bahri fokus mengkaji seputar manasik haji dan hal lain yang ingin diketahui jamaah, yang mayoritas adalah Warga Negara Indonesia (WNI).
Selain Indonesia, kajiannya juga dihadiri jamaah dari sejumlah negara lain, seperti Malasyia, Filipina, dan dari Negara Brunai Darussalam.
Penyajian materi yang disampaikan dalam Bahasa Indonesia, menjadikan peserta mudah mencerna dan memahami materi yang disampaikan oleh Ariful.
Di luar musim haji, kajiannya fokus dua hal, yaitu keutamaan Kota Madinah dan sejarahnya, sedangkan saat musim haji, seperti sekarang ini, fokus kajiannya pada soal seputar manasik haji.
Setiap hari, Ariful mengisi kajian keislaman tanpa ada libur dengan jarak tempuh dari rumahnya ke Masjid Nabawi sekitar tujuh kilometer. Jarak itu bukan menjadi penghalang bagi dia untuk berbagi ilmu dengan para tamu Allah.
Karena itu, pada intinya, kalau tidak sakit atau tidak sedang pergi ke Kota ke Mekah, dia dapat dipastikan mengisi kajian di masjid bersejarah tersebut. Bahkan saat kondisi tubuh demam, dia tetap memaksakan diri pergi ke Masjid Nabawi, sehingga tidak pernah ada libur, termasuk saat Lebaran atau Idul Fitri dan Idul Adha.
Ditanya soal kisah bisa menjadi salah satu pengisi kajian di Masjid Nabawi, Ariful bercerita bahwa hal itu berawal saat ia kuliah S2 di Universitas Islam Madinah (UIM).
Di tahun 2019, kampus UIM bekerja sama dengan pengelola Masjid Nabawi yang meminta pihak kampus mengirim mahasiswanya yang secara keilmuan mumpuni, memberikan kajian di masjid yang didirikan Rasulullah Muhammad SAW itu.
Ariful mengaku tidak tahu bagaimana proses seleksinya, karena tiba-tiba dirinya diterima untuk mengisi kajian di Nabawi. Padahal ia tidak pernah diminta berkas apapun dan tidak ada proses seleksi lainnya di kampus.
Karena itu, pria yang mulai belajar di UIM sejak 2007 ini menganggap kesempatan dirinya mengisi kajian di Masjid Nabawi sebagai karunia besar dari Allah.
Ariful saat itu mendapatkan informasi melalui WhatsApp bahwa namanya tercatat sebagai mahasiswa UIM yang lolos mengisi kajian di Masjid Nabawi.
Ia kemudian diminta menghubungi salah seorang Syekh di Masjid Nabawi yang mengurusi bagian dakwah.
Waktu itu (saat pengumuman) dia sedang liburan di Indonesia. Maka, setelah Idul Adha langsung menemui syekh dimaksud. Ia kemudian diwawncarai oleh syekh itu terkait Bahasa Arab, hafalan Al-Qur'an, dan sebagainya.
Saat kajian di Masjid Nabawi pada Senin (6/6) yang digelar setiap setelah Shalat Maghrib itu dihadiri ratusan peserta yang mayoritas merupakan jamaah haji asal Indonesia, yang juga diikuti ANTARA.
Ariful mengaku selalu senang dengan respons positif jamaah karena antusias mengikuti kajiannya dan tidak hanya duduk menunggu waktu Shalat Isya.
Pada kesempatan tersebut, Ariful berpesan kepada jamaah Indonesia, khususnya yang mengikuti kajiannya, agar mereka manfaatkan waktu di Madinah dengan sebaik-baiknya.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh jamaah Indonesia, selain menjalankan Arbain atau shalat fardu dalam 40 waktu. Kegiatan juga bisa diisi dengan belajar agama, seperti mengikuti kajian agama yang ia berikan.
Dengan mengikuti kajian itu, ada banyak manfaatnya bagi siapapun, agar kita menambah cinta sama Nabi Muhammad SAW.
Mengenai metode dan cara pandang yang digunakan saat mengisi kajian, pria lulusan pesantren di Riau itu mengaku, empat mazhab empat dalam Islam tidak jauh berbeda, tergantung bagaimana dirinya menyampaikan kepada para jamaah.
Ia bersyukur orang Indonesia adalah orang yang dengan mudah mau mendengarkan. Bagi dia, mazhab itu sesungguhnya tidak jauh berbeda, yang beda itu hanya cara menyampaikan kepada mereka.
Ditanya soal sukanya menjadi pengisi kajian di Masjid Nabawi, Ariful bersyukur, karena, setiap hari bisa shalat di Masjid Nabawi dan bisa mengisi kajian di Masjid kebanggaan umat Islam.
Ia begitu bangga dan bahagia bisa shalat di Masjid Nabawi, sekaligus bisa mengajar mengaji.
Dengan dirinya menjadi pengisi materi di Masjid Nabawi, dia tentu akan membuat bangga, terutama jamaah asal Indonesia.
"Insya Allah orang Indonesia juga bangga. Ternyata ada ya orang Indonesia yang ngajar mengisi kajian di sini," katanya.
Benar adanya. Sebut saja Eef, jamaah haji yang menjadi salah satu peserta kajian tersebut, mengaku bangga ada ustadz dari Indonesia yang berbagi ilmu keislaman di Madinah.
Eef yang datang bersama temannya ini mengaku benar-benar mencari momen tersebut, apalagi kajiannya hanya berlangsung sekitar satu jam, mulai selepas Shalat Magrib sampai Shalat Isya.
Kajian yang dia ikuti kala itu membahas soal adab dan amalan dalam manasik haji, misalnya kalau masuk Masjid Nabawi harus membaca doa, begitu juga kalau masuk Raudah juga harus dengan berdoa.
Dalam kajian tersebut, jamaah diajarkan mengenai inti manasik agar lebih fokus beribadah di Tanah Suci, tidak ada tujuan lainnya.
Dalam kajian itu juga tidak menyinggung masalah akidah, keyakinan atau mazhab tertentu. Penyampaiannya gampang dipahami. Meskipun jamaahnya orang tua, tapi bisa menyesuaikan bahasannya.