"Setelah pandemi, masyarakat semakin ingin tahu tentang kesehatan. Di situ pasti mereka akan cari obat. Untuk itu kita juga harus menuntut BPOM semakin tinggi kualitas seleksinya, semakin ilmiah informasi publiknya, tetapi juga mudah dimengerti, agar masyarakat tidak mencari ke referensi lain," kata Arya saat ditemui usai forum edukasi keterbukaan informasi publik di Jakarta, Jumat.
Arya menegaskan masyarakat harus memiliki pengetahuan tentang kesehatan secara ilmiah dari sumber BPOM.
Ia memaparkan klaster kesehatan norma keterbukaan informasi publik memiliki irisan pada tiga hal yakni disiplin, etika, dan hukum.
"Disiplin artinya badan publik seperti BPOM harus punya disiplin terhadap tupoksinya, dalam arti kompetensi dia harus bisa menjaga produk untuk menciptakan masyarakat yang sehat," ucapnya.
Baca juga: BPOM gandeng KIP ajak pelaku usaha aktif lakukan keterbukaan informasi
Penyampaian informasi publik, lanjutnya, juga wajib sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang menegaskan bahwa kalimat dan bahasa penyampaian informasi harus mudah dimengerti oleh khalayak, karena masyarakat memiliki tingkat pemahaman yang beragam.
Arya juga menyinggung terkait irisan kedua dan ketiga yakni etika profesi dan keterikatan dengan hukum. Apabila masyarakat ada yang dirugikan, bahkan menimbulkan korban jiwa, ada konsekuensi pidana baik pada pemberi izin maupun regulator.
"Masing-masing punya tanggung jawab, baik pelaksana maupun pelaku usaha. Untuk itu hari ini pelaku usaha juga hadir, karena terkait dengan itu, semua harus diinformasikan dengan benar kepada masyarakat," tegasnya.
Arya menekankan seluruh kalangan pelaku usaha dan masyarakat sipil agar ikut terlibat memanfaatkan hak serta melaksanakan tanggung jawab terhadap keterbukaan informasi publik tentang obat dan makanan.
Baca juga: Ketua KIP: Susahnya membangun keterbukaan informasi