Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia mempunyai waktu 18 bulan lagi sebelum Uni Eropa mengimplementasikan kebijakan European Union Deforestation Regulations (EUDR).

Airlangga menyampaikan hal itu kepada Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dalam acara diskusi Lembaga National Single Window (LNSW) Sinergi dalam Rangka Transformasi Layanan Publik Untuk Indonesia Maju di Jakarta.

“Indonesia punya potensi 18 bulan dari sekarang Bu Menteri Keuangan, karena mereka mau buat implementing regulation dalam 18 bulan,” kata Airlangga di Jakarta, Jumat.

Airlangga telah mewanti-wanti bahwa ke depannya, sektor logistik Indonesia akan menghadapi hambatan yang cukup berat karena regulasi baru Uni Eropa tersebut.

EUDR menyasar enam komoditas Indonesia, di antaranya minyak sawit dan produk turunannya, kopi, kedelai, kakao, daging sapi dan kayu.

Baca juga: Airlangga: Penyerapan anggaran kemenko capai 34,61 persen per Juni

Baca juga: Menko Airlangga terus perkuat kemitraan Indonesia dengan Inggris


Selain itu, karet, kertas, kulit dan produk turunannya juga termasuk dalam kategori yang dibatasi EUDR. EUDR menerapkan sistem label pada negara tertentu yang dibagi menjadi high risk, standard dan low risk country.

Airlangga menilai kebijakan tersebut dibuat untuk mengatur negara lain alih-alih negara di lingkup Uni Eropa sendiri. Ia juga mencurigai tak hanya deforestasi, faktor kompetisi industri dalam negeri juga menjadi faktor yang mendasari EUDR.

"Jadi ini sebuah regulasi yang dibuat mengatur negara lain, biasanya kita regulasi mengatur diri sendiri, tapi ini mengatur operator negara lain. Nah tentu ini logistik akan menjadi isu utama karena sebelum barang ini clear, nggak bisa kesana atau verifikasi tambahan," ujarnya.

Adapun seminggu yang lalu, Menko Airlangga Hartarto bersama dengan Deputy Prime Minister/Minister of Plantation and Commodities of Malaysia Dato’ Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof telah melakukan lawatan ke Uni Eropa sebagai langkah Joint Mission dalam menolak adanya regulasi baru tersebut.

Dalam agendanya, Menko Airlangga menemui beberapa pejabat kunci Uni Eropa sebagai upaya diplomasi. Indonesia bersama Malaysia membicarakan perihal implementasi atau dampak dari EUDR terhadap akses pasar kelapa sawit ke Uni Eropa.

Sebelumnya, Menko Airlangga juga telah menyampaikan penolakan yang sama dalam pertemuan dengan perwakilan Organisasi Non-Pemerintah (NGOs) dan Organisasi Masyarakat Sipil (CSOs).

Ia menilai EUDR akan merugikan banyak komoditas perkebunan dan kehutanan Indonesia dan Malaysia.

Selain itu, kebijakan EUDR juga mengecilkan semua upaya Indonesia yang berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan menyangkut isu perubahan iklim hingga perlindungan keanekaragaman hayati sesuai dengan kesepakatan, perjanjian dan konvensi multilateral, seperti Paris Agreement.

Baca juga: Menko Airlangga: Perubahan iklim jadi tantangan utama global

Baca juga: Menko Airlangga tegas tolak diskriminasi kebijakan EUDR dan CBAM