Jakarta (ANTARA News) - Pasar obligasi dalam negeri diperkirakan akan kembali kondusif pada periode September seiring kembalinya "regional fund" dan "global fund". Prediksi itu disampaikan President Director Country Head Indonesia, PT Fitch Rating Indonesia, Baradita Katoppo, di Jakarta, Selasa, menanggapi kecenderungan lesunya pasar obligasi akibat ketidakpastian (volatilitas) ditandai merosotnya mata uang rupiah terhadap dolar AS. Kelesuan itu juga terjadi akibat pengalihan dana oleh investor dari pasar terkait penyelenggaraan Piala Dunia, dan dilanjutkan liburan musim panas di Eropa. "Mereka beralasan harga obligasi yang sudah `outstanding` sudah terlalu tinggi, sehingga yield obligasi naik," katanya. Ia mengatakan, berbeda dibanding dengan awal tahun di mana setiap penerbitan obligasi umumnya melebihi permintaan (oversubscribed), saat ini pasar obligasi cenderung menyempit (window narrow). "Pasar obligasi tidak tertutup sama sekali. Tetapi untuk mencapai `full subcribed` cukup sulit," kata Baradita. Ia mencontohkan, pada awal 2005, obligasi Lippo Karawaci kelebihan permintaan hingga tujuh kali, obligasi PT Arpeni tujuh kali, dan obligasi pemerintah (SUN) empat kali. "Awal tahun, banyak investor global fund, dan regional fund yang masuk menyerap pasar. Saat ini seiring tidak mendukungnya kondisi pasar mereka umumnya menarik diri," katanya. Saat ini, beberapa perusahaan yang terpaksa menunda penerbitan obligasi antara lain, PT Matahari Putra Prima, PT BFI, PT Bakrie Brothers. Meski demikian lanjut Baradita, pasar obligasi masih berpeluang marak dari investor lokal (country fund), juga investor "global fund" yang memiliki dana sekitar 1 miliar dolar AS yang masih menganggap pasar obligasi dalam negeri memiliki prospektif.(*)