Mataram (ANTARA) - Sekretaris Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nusa Tenggara Barat Lalu Ahmad Yani mengatakan sampai dengan saat ini belum ada kejelasan dari Pemerintah Provinsi NTB terkait alokasi anggaran dana hibah untuk Pilkada 2024.

"Sampai sekarang belum ada kejelasan informasi-nya dari Pemerintah Provinsi (Pemprov)," kata Kepala Sekretaris Bawaslu NTB, Lalu Ahmad Yani di Mataram, Senin.

Ia mengatakan Bawaslu jauh-jauh hari sudah menyusun kebutuhan anggaran untuk Pilkada yang jumlahnya mencapai sekitar Rp200 miliar dengan asumsi dana Pilkada akan dibiayai Pemprov keseluruhannya.

Namun belakangan, ada penyesuaian dengan persyaratan yang mendasari-nya di mana oleh Bawaslu RI dilakukan kajian. Pasca kajian tersebut usulan semakin meningkat menjadi Rp260 miliar.

"Kebutuhan itu kita sesuaikan dengan ada SK Bawaslu RI mengacu pada kebutuhan item. Usulan itu Rp260 miliar sudah kita sampaikan ke gubernur, TAPD, Bappeda dan Bakesbangpoldagri yang sebagai leading sektor," ujarnya.

Berikutnya Bawaslu mengikuti sejumlah pertemuan dengan Bakesbangpoldagri yang akhirnya diperoleh beberapa kesepakatan yaitu kost pola sharing dengan kabupaten kota.

"Tapi waktu itu masih konsep karena belum disetujui Pemda kabupaten kota," katanya.

Tidak berhenti disana, Bawaslu NTB kembali menyusun kebutuhan yaitu mengajukan hanya untuk honor adhok mulai dari Pengawas TPS, PKD (Pengawas Kelurahan Desa) dan Panwascam sehingga ketemu angka Rp92 miliar.

"Kita asumsikan bahwa ini gawe pemerintah provinsi yaitu untuk pemilihan gubernur nilainya Rp92 miliar. Jadi Rp260 miliar sebelumnya dengan asumsi Pemprov biayai semua dan setelah kita hilangkan item lain dan munculkan angka Rp92 miliar," terang Yani.

Dia mengatakan estimasi kebutuhan angka untuk honor adhok tersebut pun sudah diusulkan ke Pemprov.

"Terakhir rapat di kantor gubernur yang dipimpin langsung Sekda. Saat itu Bawaslu melihat sudah ada titik terang mengingat dihadiri langsung sama Sekda. Sayangnya belum membuahkan hasil," katanya.

Pihaknya menuntut Pemda segera merespon waktu itu. "Kami minta Pemda melalui TAPD segera memberikan kami angka pasti berapa kemampuan daerah. Setelah ada (kepastian) angkanya tentu kami review kembali," jelasnya.

Menurut dia, berdasarkan SE Mendagri itu setelah NPHD ditandatangani, 14 hari setelah itu sudah harus ditransfer sebesar 40 persen ke penyelenggara.

"Tapi angka yang pasti berapa yang disetujui belum kami terima sampai sekarang," terangnya.

Pemprov katanya akan mengundang rapat Pemda kabupaten kota supaya ada kepastian kesanggupan Pemprov sendiri namun sampai sekarang belum ada.

"Kalau mau rapat dengan kabupaten kota ayo. Kapan biar kami bisa ikut juga," ujarnya.

Hingga saat ini Bawaslu masih mempertahankan kebutuhan di angka Rp92 miliar. Angka itu pun bisa saja berkurang tergantung kesepakatan sharing dengan kabupaten kota.

"Kalau Pemda kabupaten kota sudah sepakati model sharing-nya tentu kami ploting kebutuhan minimal. Sebab kami sadar Pemda punya beban fiskal. Untuk itu kami minta yang pasti berapa kemampuannya, nanti kami sesuaikan," terangnya.

Satu bulan yang lalu Bawaslu kembali mengikuti rapat meminta kejelasan NPHD. Saat itu pihaknya meminta sepuluh hari pasca rapat tersebut sudah ada kepastian.

"Tapi sampai sekarang belum ada juga," ujarnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan memang NPHD paling lambat tuntas November kesiapan transfer 40 persen. Namun ada dua hal yang perlu di singkronisasikan Pemprov pertama bagaimana memenuhi 40 persen di APBD Perubahan 2023, lalu bagaimana memenuhi sisa 60 persen.

"Dan ini memang harus masuk pembahasan di APBD murni 2023 ini," terangnya.

Di provinsi yang lain sudah ada yang tuntas seperti Bali maupun di Kalimantan Selatan saat ini sedang menyusun NPHD.

"Provinsi lain sudah banyak yang sudah siap NPHD. Ok lah ndak usah acuannya provinsi yang uang-nya besar tapi yang kondisi sama kita. Bali, Kalimantan Selatan sedang susun NPHD nya. Mereka sudah ada bentuk sementara kita belum jelas," ucapnya.

Bawaslu NTB kata dia sudah banyak melakukan upaya komunikasi maupun koordinasi langsung baik secara formal maupun lewat informal (via telepon) namun belum juga ada kepastian.

"Sudah banyak upaya yang kita lakukan," terangnya.

Sementara itu dikonfirmasi terpisah Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik Dalam Negeri (Bakesbangpol) NTB Ruslan Abdulgani mempersilahkan mengkonfirmasi kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.

"Langsung saja ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD)," katanya.