KSP sebut pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik dipengaruhi SPKLU
5 Juni 2023 16:36 WIB
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko saat webinar "Ekosistem Menuju Energi Bersih" di Jakarta, Senin (5/6/2023). (ANTARA/Maria Cicilia Galuh)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik dipengaruhi oleh ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Indonesia.
"Industri akan bertumbuh dengan baik apabila SPKLU tersedia, jangan sampai nanti mau mengembangkan mobil listrik tapi SPKLU-nya belum ada, atau SPKLU-nya dibangun tapi mobil listriknya belum tersedia. Ini yang mulai dibenahi," ujar Moeldoko dalam webinar "Ekosistem Menuju Energi Bersih" di Jakarta, Senin.
Saat ini jumlah SPKLU di Indonesia telah mencapai 842 unit, di mana ditargetkan akan terpasang sebanyak 3.000 unit sepanjang 2023.
Baca juga: PLN sudah sediakan 616 SPKLU untuk kendaraan listrik
Moeldoko menyampaikan, ketersediaan SPKLU ini memerlukan dukungan dari PT PLN (Persero) dan juga PT Pertamina (Persero). Keterlibatan kedua lembaga tersebut sudah cukup intens untuk mewujudkan ekosistem energi bersih.
Moeldoko mengatakan bahwa masalah pendanaan menjadi hal yang tidak kalah penting untuk memajukan industri kendaraan listrik. Sejauh ini sosialisasi pembiayaan terhadap kendaraan listrik belum terlalu masif.
"Ini menjadi hal krusial karena selama ini perbankan memberikan leasing kepada kendaraan listrik belum masif. Ada, tapi belum begitu besar," kata Moeldoko.
Penyelenggaraan KTT ke-42 ASEAN yang berlangsung di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 9-11 Maret 2023 sedikit banyak telah memberikan gambaran bahwa kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia telah berkomitmen untuk mengembangkan ekosistem energi bersih.
Namun demikian, ada isu-isu seputar kendaraan listrik yang menjadi tantangan seperti baterai mahal, pengelolaan baterai bekas, lama pengisian daya serta keamanan kendaraan.
"Charging station ini harus cepat karena kalau terlalu lama masyarakat nanti enggak sabar, ini kan berkaitan juga dengan teknologi tapi makin ke hari makin cepat, kemudian jarak tempuh," kata Moeldoko.
Baca juga: PT PLN: masyarakat beli EV, urusan listrik serahkan kepada kami
Pemerintah telah memiliki peta jalan atau roadmap transisi energi baru terbarukan. Secara simultan, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akan berhenti beroperasi pada 2031, kemudian diikuti dengan tersambungnya interkoneksi jaringan listrik antarpulau pada 2035.
Pada 2040, bauran energi baru terbarukan (EBT) sudah mencapai 71 persen dan tidak ada lagi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel serta penjualan motor konvensional dihentikan. Pada 2050, diharapkan bauran EBT sudah mencapai 87 persen yang dibarengi dengan penghentian penjualan mobil konvensional.
Terakhir, pada 2060 bauran EBT mencapai 100 persen di mana sudah didominasi dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dibarengi dengan penyaluran gas melalui jaringan sebanyak 23 juta sambungan kepada rumah tangga, 52 juta rumah tangga yang menggunakan kompor listrik serta 100 persen penggunaan kendaraan listrik di 2060.
"Industri akan bertumbuh dengan baik apabila SPKLU tersedia, jangan sampai nanti mau mengembangkan mobil listrik tapi SPKLU-nya belum ada, atau SPKLU-nya dibangun tapi mobil listriknya belum tersedia. Ini yang mulai dibenahi," ujar Moeldoko dalam webinar "Ekosistem Menuju Energi Bersih" di Jakarta, Senin.
Saat ini jumlah SPKLU di Indonesia telah mencapai 842 unit, di mana ditargetkan akan terpasang sebanyak 3.000 unit sepanjang 2023.
Baca juga: PLN sudah sediakan 616 SPKLU untuk kendaraan listrik
Moeldoko menyampaikan, ketersediaan SPKLU ini memerlukan dukungan dari PT PLN (Persero) dan juga PT Pertamina (Persero). Keterlibatan kedua lembaga tersebut sudah cukup intens untuk mewujudkan ekosistem energi bersih.
Moeldoko mengatakan bahwa masalah pendanaan menjadi hal yang tidak kalah penting untuk memajukan industri kendaraan listrik. Sejauh ini sosialisasi pembiayaan terhadap kendaraan listrik belum terlalu masif.
"Ini menjadi hal krusial karena selama ini perbankan memberikan leasing kepada kendaraan listrik belum masif. Ada, tapi belum begitu besar," kata Moeldoko.
Penyelenggaraan KTT ke-42 ASEAN yang berlangsung di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 9-11 Maret 2023 sedikit banyak telah memberikan gambaran bahwa kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia telah berkomitmen untuk mengembangkan ekosistem energi bersih.
Namun demikian, ada isu-isu seputar kendaraan listrik yang menjadi tantangan seperti baterai mahal, pengelolaan baterai bekas, lama pengisian daya serta keamanan kendaraan.
"Charging station ini harus cepat karena kalau terlalu lama masyarakat nanti enggak sabar, ini kan berkaitan juga dengan teknologi tapi makin ke hari makin cepat, kemudian jarak tempuh," kata Moeldoko.
Baca juga: PT PLN: masyarakat beli EV, urusan listrik serahkan kepada kami
Pemerintah telah memiliki peta jalan atau roadmap transisi energi baru terbarukan. Secara simultan, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akan berhenti beroperasi pada 2031, kemudian diikuti dengan tersambungnya interkoneksi jaringan listrik antarpulau pada 2035.
Pada 2040, bauran energi baru terbarukan (EBT) sudah mencapai 71 persen dan tidak ada lagi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel serta penjualan motor konvensional dihentikan. Pada 2050, diharapkan bauran EBT sudah mencapai 87 persen yang dibarengi dengan penghentian penjualan mobil konvensional.
Terakhir, pada 2060 bauran EBT mencapai 100 persen di mana sudah didominasi dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dibarengi dengan penyaluran gas melalui jaringan sebanyak 23 juta sambungan kepada rumah tangga, 52 juta rumah tangga yang menggunakan kompor listrik serta 100 persen penggunaan kendaraan listrik di 2060.
Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023
Tags: