Makassar (ANTARA) - UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Pemerintah Kota Makassar tengah memulihkan psikologi dan kesehatan anak disabilitas (tunawicara) berusia 14 tahun yang menjadi korban pencabulan disertai persetubuhan hingga hamil empat bulan oleh tersangka S yang kini ditahan sel tahanan Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan.

"Sekarang yang kita lakukan intervensi terhadap penanganan kesehatan dan psikologi korban. Karena korban penyandang disabiltas, maka kami juga bekerja sama dengan teman-teman pendamping disabilitas dalam kasus ini," ujar Kepala UPTD PPA Makassar, Muslimin saat dihubungi di Makassar, Sabtu malam.

Sedangkan untuk langkah selanjutnya pada penanganan kesehatan korban, kata dia, dalam waktu dekat ini memeriksakan kondisi janinnya, apakah dalam keadaan sehat atau tidak, nanti masih akan diperiksa oleh ahli kandungan.

"Kalau bukan besok atau Senin, kita sudah lakukan pemeriksaan keadaan korban dan keadaan bayi yang di kandungnya, kita ingin pastikan berapa umur bayinya, apakah dalam keadaan normal, sehat itu yang akan diperiksa," papar pria disapa akrab Mimin ini menjelaskan.

Mengenai penanganan psikologis korban anak ini, lanjut dia, akan dilakukan dalam waktu dekat, paling lambat pekan depan dilakukan pemeriksaan psikologi oleh Psikolog UPTD PPA Kota Makassar.

"Rencana kita hari Senin atau Selasa itu kita melakukan konseling psikologis. Karena ada dua aspek, pertama pemulihan, kedua, hasil pemeriksaan psikologis itu nanti menjadi bagian koordinasi kita dengan pihak kepolisian untuk menjadi bahan keterangan pada pelimpahan berkas di kejaksaan," tuturnya.

Terkait dengan pemeriksaan visum oleh korban, kata Mimin, telah dilaksanakan di Rumah Sakit Bayangkara Makassar. Dan untuk pemeriksaan lanjutan, pihaknya telah berkoordinasi dengan tim kesehatan di rumah sakit setempat.

"Dengan dokter disana sudah kita koordinasi untuk pemeriksaan lanjutan. Rencananya, Senin nanti kita sudah kerja sama dengan organisasi PKBI (Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia) untuk pemeriksaan kandungannya dan suport pemilihan kesehatan lainnya" katanya.
Pelaku pencabulan disertai persetubuhan korban anak penyandang disabilitas berinisial S dihadirkan saat rilis pengungkapan kasus di aula kantor Mapolrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (2/6/2023). ANTARA/Darwin Fatir.


Pemeriksaan lanjutan itu guna memastikan kondisi kesehatan korban, misalnya ada penyakit dari berhubungan yang tidak sehat termasuk antisipasi mengingat saat berhubungan badan tidak aman.

Terkait dengan penangan perkara hukum anak korban tersebut, kata Mimin, pihaknya juga didukung oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar untuk pendampingan masalah hukum yang kini sedang berjalan di tingkat kepolisian.

"LBH Makassar juga siap suport untuk aspek penegakan hukumnya. Karena sekarang pelakunya sudah ditahan untuk memastikan pelaku ini dijerat Undang-undang berlapis yang sesuai perbuatannya. Kita tentu mendorong penegakan hukum dengan pendekatan Undang-undang Perlindungan Anak dan Undang-undang TPKS. Kita berharap hak-hak korban dalam tindak pidana ini bisa ditegakkan semaksimal mungkin" harapnya menekankan.

Dari kronologi atas hasil pemeriksaan pelaku dan keterangan pelapor, kasus ini terbongkar dari laporan orang tua korban bahwa selama ini anaknya mengalami tindakan seksual. Perlakuan itu bermula sejak Januari hingga berlanjut sampai April 2023 dengan dilakukan sebanyak 10 kali.

Menurut pengakuan korban, pelaku memulai aksinya dengan cara mengancam korban disertai tindakan kekerasan. Perkosaan dilakukan saat tutup warung coto sekitar pukul 19.00 Wita, dan persetubuhan itu terus berulang dengan cara yang sama yaitu dengan ancaman. Saat ini kondisi kehamilan korban sekitar empat bulan.

Sebelumnya, Kasat Reskrim Polrestabes Makassar AKBP Ridwan Hutagaoul merilis pelaku pencabulan disertai persetubuhan berinisial S terhadap anak korban penyandang disabilitas. Tersangka diketahui penjual Coto di wilayah Kelurahan Manggala, melakukan perbuatan bejatnya hingga korban hamil. Polisi menjeratnya dengan Undang-undang tentang perlindungan anak dengan ancaman 15 tahun penjara.