CoFilm+ pada awalnya hanya merupakan tugas kuliah, namun kini menjadi bernilai Rupiah berkat kegigihan Royyan Wafi Pujiyanto, pria yang baru menginjak usia 24 tahun pada Juni 2023 ini.
Pria yang baru saja lulus dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu mengaku pada awal pandemi COVID-19 di Tahun 2020, dirinya mengalami kesulitan dalam mengerjakan berbagai macam hal, salah satunya adalah perihal menjaga kebersihan. Dia kewalahan untuk menyemprotkan disinfektan dan hand sanitizer hampir di setiap saat.
"Waktu itu orang takut untuk memegang gagang pintu, bahkan kalau ke minimarket kita buka pintu pakai siku atau kaki, kenapa tidak ada produk yang membersihkan surface secara permanen, sehingga tidak perlu capek pakai disinfektan setiap jam," ujarnya, saat ditemui, seusai acara Health Innovation Day Kemenkes RI yang diadakan di Jakarta, Selasa (30/5).
Berbekal perasaan gusarnya tersebut, ia dan enam rekannya membuat gagasan yang memungkinkan semua orang untuk tidak selalu menyemprotkan disinfektan dan hand sanitizer, maka terciptalah CoFilm+.
Peran dosen sekaligus Kepala Pusat Riset Nanoteknologi ITS Agung Purniawan yang merupakan lulusan dari Delft, Belanda, sangat besar dalam penelitian produk tersebut.
Untuk memulai riset terkait CoFilm+ ini, dia hanya bermodal uang saku bersama enam temannya. Berkat ketekunannya, usahanya dipandang oleh ITS dan Unair, sehingga diberikan bantuan berupa dana riset.
Selayang pandang
Produknya berbeda dengan produk antivirus lain, seperti hand sanitizer dan disinfektan, karena CoFilm+ dapat mengeras seperti cat dan bertahan hingga dua tahun.
Produknya itu telah diuji dengan berbagai bakteri positif maupun negatif, seperti bakteri SARS-CoV-2.
CoFilm+ telah memiliki sertifikasi pengujian mikroba oleh Tropical Disease Diagnostic Center Universitas Airlangga serta izin resmi dari Kemenkes RI.
Sebanyak 90 persen bakteri akan mati pada menit pertama dan angkanya meningkat hingga 99,9 persen dalam waktu satu jam, dimana pada umumnya bakteri baru mati setelah tiga hari jika tidak diberi pelapis CoFilm+.
"Produk ini tahan terhadap air panas, sentuhan berkali-kali, bahkan juga goresan," ujarnya.
Sampai saat ini sejumlah gedung dan fasilitas publik di Surabaya telah mengaplikasikan CoFilm+ untuk melapisi beberapa titik di gedung tersebut dengan harga yang bervariasi, dimulai dari Rp 50 ribu per gagang pintu.
Targetnya, pada akhir tahun, Wafi mencoba pemasarannya kepada masyarakat luas dengan berbentuk kaleng semprot.
Apresiasi pemerintah
Bahkan, Wagub Emil mengajak seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk turut membeli serta mendukung inovasi anak bangsa tersebut.
Walhasil, sejumlah gedung di sejumlah instansi, seperti Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA), Medical Center ITS, serta sejumlah kantor dan transportasi publik di Surabaya telah mengaplikasikan CoFilm+.
Pada acara tersebut juga diumumkan 10 peserta terbaik pada program Health Innovation Sprint Accelerator 2023. CoFilm+ yang menjadi salah satu nominator berhak mendapatkan Rp 250 juta sebagai salah satu peserta terbaik pada program tersebut.
Program ini sangat baik, paling tidak untuk menjaring potensi yang lebih luas dalam teknologi kesehatan. Ternyata banyak juga startup lain yang ingin memajukan teknologi kesehatan di Indonesia.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI Dante Saksono Harbuwono mengatakan transformasi digital kesehatan penting bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil.
Chief Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes RI Setiaji juga mengatakan program ini adalah salah satu bentuk upaya Kemenkes RI dalam upaya transformasi digital kesehatan di Indonesia.
Kemenkes berharap kepada seluruh inovator di bidang kesehatan supaya tetap semangat untuk berkarya demi menciptakan ekosistem inovasi teknologi kesehatan di Indonesia.