Shanghai (ANTARA) - CEO global Starbucks yang baru, Laxman Narasimhan, pada Selasa (30/5) menyoroti potensi pasar China yang sangat besar dan mengatakan target perusahaannya untuk membuka 9.000 gerai di China Daratan hingga 2025 mendatang tidak berubah.

Konsumsi kopi per kapita China meningkat tetapi masih tertinggal jauh dari Jepang dan Amerika Serikat (AS), sehingga menyisakan banyak ruang untuk pertumbuhan bisnis, kata Narasimhan dalam kunjungannya ke Shanghai.

Di Shanghai sendiri terdapat lebih dari 1.000 gerai Starbucks, jumlah yang lebih banyak dibanding kota-kota lain di dunia. "Ambisi kami di China besar. Ini pasar konsumen yang sangat besar," tuturnya.

Raksasa kopi AS tersebut membuka gerai pertamanya di China Daratan pada 1999 silam. Per 2 April lalu, Starbucks telah mengoperasikan lebih dari 6.200 gerai di 244 kota di China Daratan.

Terlepas dari dampak COVID-19, perusahaan itu pada tahun lalu mengungkapkan rencana untuk menambah jumlah gerai di China Daratan menjadi 9.000 hingga 2025 mendatang.

"Kami bersiap tumbuh untuk jangka waktu yang lama di sini. Angka 9.000 itu merupakan tonggak sejarah selama tiga tahun ke depan dalam apa yang akan menjadi pasar yang lebih besar lagi bagi kami," kata sang CEO.

Saat bertemu Narasimhan pada Senin (29/5), Wali Kota Shanghai Gong Zheng mengatakan kopi telah menjadi bagian penting dari gaya hidup Shanghai dan keunggulan internasional baru kota tersebut. Dia mengungkapkan harapannya agar Starbucks terus mengoptimalkan penelitian dan pengembangan (litbang) serta investasinya di Shanghai.

Dalam laporan fiskal yang dirilis sebelumnya pada bulan ini, Starbucks melaporkan pemulihan bisnisnya di China Daratan tahun ini, yang didorong oleh peningkatan lalu lintas karena pelanggan kembali berkunjung ke gerai secara fisik.

Perusahaan itu mencapai pertumbuhan pendapatan bersih sebesar 3 persen di China Daratan pada kuartal kedua tahun fiskal 2023, yang berlangsung dari 2 Januari hingga 2 April.

Total gerai baru yang dibuka oleh Starbucks China mencapai 153 selama periode tersebut, lebih dari dua kali lipat dari jumlah yang tercatat pada kuartal sebelumnya.

Sebagai sebuah negara yang secara tradisional menggemari teh, China dalam beberapa dekade terakhir telah muncul sebagai penikmat berat kopi dan berbagai minuman baru lainnya, berkat melesatnya peningkatan pertumbuhan pendapatan yang siap dibelanjakan, pesatnya urbanisasi, dan meningkatnya minat terhadap minuman asing dan baru.

Menurut platform e-commerce Meituan, industri kopi China diperkirakan mencapai 200 miliar yuan (1 yuan = Rp2.110) pada 2022, dan diproyeksikan menyentuh angka 369 miliar yuan pada 2025 mendatang.